Lihat ke Halaman Asli

Yudha Adi Putra

Penulis Tidak Pernah Mati

Bubur Ayam Jarwo

Diperbarui: 28 Februari 2023   13:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bubur Ayam Jarwo

Cerpen Yudha Adi Putra

                Dua botol Kawa-Kawa berjejer rapi di pojok meja. Deretan buku menemani. Jarwo barusan selesai mandi. Ia merapikan rambutnya. Menatap cermin, teringat sebuah perkataan. Bukan hanya itu, ada ketakutan muncul.

                "Bagi saya, janji adalah janji. Kalau tidak bisa menepati, lebih baik tidak usah berjanji !"

                Sambil menatap cermin, seolah sosok dengan ucapan itu tersenyum pada Jarwo. Bingung. Perasaan menjadi tak menentu. Jarwo rela tidak tidur semalam. Demi bisa berjumpa di esok hari. Janjian di gedung lantai empat, pukul sembilan pagi.

                "Nanti, pastikan semua teman-teman bisa datang ya," sebuah pesan terbaca oleh Jarwo. Pesan yang baru saja masuk di ponselnya. Jarwo memantapkan langkah. Ia melihat ke arah jam. Tak berdetiik. Hanya menunjukkan angka jam lima.

                "Sekarang jam berapa ya, Bu ? Kenapa jamnya mati itu ?" tanya Jarwo keheranan.

                Tak ada jawaban. Langkah berat Jarwo menuju ke sumur. Memastikan, Ibunya sedang mencuci atau mengambil air untuk menyirami tanaman.

                "Kenapa, Ngger ?"

                "Tadi aku tanya jam. Ibu ternyata tidak dengar. Itu, jamnya mati, Bu," kata Jarwo sambil mengulurkan tangannya pada ember. Ia mau membasahi rambutnya. Memang sudah mandi, tapi tidak keramas. Jadi, rambut gondrong Jarwo masih berdiri tak rapi.

                "Kalau mandi itu ya keramas sekalian. Malah seperti tidak mandi kamu ini !" kata Ibunya Jarwo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline