Lihat ke Halaman Asli

Pencerah Nusantara Muara Enim

Diperbarui: 6 Juni 2016   04:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

doc Tim Muara Enim

Mungkin buat sebagian kita ini genangan air kumuh, tapi bagi mereka ini adalah waterboom terbaik yang bisa mereka nikmati. Mungkin bagi kita harus berpikir berkali-kali untuk mandi atau sekedar menyentuh air ini. Tapi bagi mereka ini adalah lulur terbaik yang mereka punya. Berbagai masalah kesehatan pasti muncul. PR masalah sanitasi sangat banyak. Namun, melihat mereka dapat mensyukuri hal sederhana yang mereka punya, menikmati kekurangan yang mereka miliki, dan tertawa lepas disela-sela beban hidup yang ada, membuat kami tau arti hidup sederhana. Hai adik, tetaplah bermain lepas, tumbuh dengan alam dan lari sekuat yang kalian mampu. Lihat di ujung sana, mimpi kalian sedang menunggu” –Febby Sri Rahayu.

Capture tersebut adalah bagian kecil dari desa kami. Pemandangan biasa yang dijumpai setiap hari. Genangan air itu merupakan luapan air sungai Lematang yang membanjiri sebagian besar hutan karet dan sawah yang membentuk landscape desa sepanjang musim penghujan. Mereka bahkan sekalian mandi di sana, di air yang sama dengan ibu yang mencuci baju di sebelahnya (outframe).

Kita berusaha melihat hal-hal semacam ini dari dua sisi. Jika memandang dari sudut kesehatan pastilah ini masalah sanitasi yang besar. Tapi jika dari sudut lain, apakah kita tega merebut kebahagiaan sederhana anak-anak yang berenang setiap hari? Atau melarang ibu mencuci baju di air sungai? Padahal hanya air seperti itulah yang mereka punya.

Inilah salah satu persoalan paradigma sehat, dan kami di sini berusaha membantu dan belajar dari masyarakat untuk bersama memahami paradigma sehat yang dekat dengan mereka dan menyelesaikannya bersama.

“Teamwork is the ability to work together toward a common vision. The ability to direct individual accomplishments toward organizational objectives. It is the fuel that allows common people to attain uncommon results,” Pencerah Nusantara. Bagi kami, kerja tim bukan tentang kami berlima saja tapi juga bersama pihak puskesmas dan masyarakat seluruhnya. Sebab kesehatan bukan hanya urusan orang kesehatan, tapi juga seluruh elemen masyarakat semua sektor pemerintahan. Kerja bersama.

Pencerah Nusantara, ah mungkin nama itu terlalu bergengsi. Bagi kami, hidup di desa seperti ini dan melihat bagian lain Indonesia dan berbuat sedikit untuk masyarakat selama setahun sudah menjadi penghargaan tinggi. Kami mungkin masih berbuat seupil, tapi biarkanlah kami berusaha setapak demi setapak belajar. Toh dari sinilah akan dimulai tujuan besar bangsa, dari lapangan daerah inilah juga yang akan mengukir ketercapaian Sustainable Development Goals (SDGs) –salah satu target Internasional.

Oiya, sampai lupa, kami ucapkan salam kenal ya. Selamat datang di Desa Sukarami ! Salah satu dari sembilan titik di negeri ini untuk Pencerah Nusantara IV. Desa ini adalah satu dari ke-sembilan belas desa lain di Kecamatan Sungai Rotan, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. Kebayang kan betapa luasnya wilayah kerja puskesmas? Mengampu lebih dari 33 ribu penduduk yang tersebar di desa-desa. Jarak antardesa di sini paling dekat 15 menit menggunakan motor kecepatan 60 km/jam.

Desa Sukarami ini berjarak 5 jam dari ibukota Kabupaten Muara Enim. Kecamatan Sungai Rotan merupakan satu-satunya kecamatan yang terpisah dan terletak paling ujung. Meski sebagian jalanan di sini sudah bagus, tapi untuk masuk desa butuh waktu sekitar satu jam. Melintasi kebun-kebun karet yang sepi dan rawa-rawa. Jika matahari sudah tenggelam, kebun karet berubah menjadi hutan panjang tanpa cahaya. Tak heran jika banyak berita penodongan di sini.

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah petani karet. Beberapa desa yang terletak di hulu Sungai Lematang bekerja bercocok tanam sawah pada musim kemarau dan beralih menjadi nelayan pada musim hujan. 

Ketika musim hujan, aliran sungai Lematang meluap. Membanjiri seluruh desa-desa yang terletak berdekatan dengan aliran sungai, bahkan jarak antar rumah ditempuh dengan getek. Begitu sepanjang tahun. Masyarakat tetap berada di rumah-rumah mereka. Tidak ada camp pengungsian walaupun banjir merupakan agenda tahunan seperti Jakarta. Masyarakat sudah membuat rumah-rumah mereka seperti panggung, sehingga jika musim banjir seperti ini mereka menggunakan rumah bagian atas.

Jika banyak daerah yang memiliki pemandangan alam yang aduhai. Bagi kami pemandangan rawa-rawa, hutan karet, air sungai Lematang sepanjang jalan sudah menjadi penyuguh panorama. Sekali lagi selamat datang di desa kami ! Kami sedang mencoba melihat lebih dekat keseharian masyarakat dan masalah kesehatan seperti apa yang mereka hadapi..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline