Lihat ke Halaman Asli

Mari Meleleh

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku salah, kebencianmu ternyata bukan karena rindu yang menumpuk dalam rahim hati selama bertahun-tahun. Kau tak pernah benci padaku, begitu juga sebaliknya. Dalam keterbatasan ruang untuk saling menatap mata, seharusnya kita mengucap terima kasih untuk segala penemuan hebat dari manusia-manusia pencipta. Tanpa apa yang mereka temukan dan ciptakan, mungkin kita hanya akan sanggup untuk saling berdoa. Ya, semoga kau hadir pada mimpiku, dan aku hadir pada mimpimu. Begitu seterusnya. Mengabarkan dengan cara mistis, bahwa kau masih merindukanku, dan aku masih merindukanmu.

Katakan padaku kalau kali ini aku salah. Aku tak berharap, ketakutan untuk kau tinggalkan, adalah pemantik untukku menjadi laki-laki pengekang. Ketika rembulan muncul tak utuh, aku pernah bercerita padamu tentang kebencian yang didasari oleh rasa cinta. Sebuah cinta yang kandas, akan melahirkan kebencian yang amat terlalu. Aneh bukan, ketika diawal cinta mengajari tentang bagaimana mengasihi, justru diakhir cinta juga mengajari tentang bagaimana memupuk rasa benci. Kita memang merasa tak mengandaskan cinta masing-masing, mungkin karena alasan itulah kenapa sampai hari ini kita tak bosan untuk mengakui dan mengucap berkali-kali kalimat “aku rindu padamu..aku rindu padamu”

Tak ada lagi siapa yang akan kehilangan siapa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline