Menjadi "penulis rutin" di Kompasiana merupakan sebuah pilihan. Tidak ada paksaan.
Selain "penulis rutin" ada juga "penulis tidak rutin" yang menulis secara terpaksa/dipaksa tugas kuliah atau kantor. Setelah tugas selesai, "penulis tidak rutin" itu tak pernah lagi muncul di Kompasiana.
Sebagai sebuah pilihan, konsekuensi logis bagi si "Penulis Rutin" cenderung senang saat menulis di Kompasiana. Ibarat kate babe ;"elu ngambil pilihan itu karena senang, dan jadi senang karena menjalani pilihan itu. Iyekan dul?"
Apakah aktifitas menulis di Kompasiana selalu bikin hati senang? Jawabannya relatif ; tentatif (sewaktu-waktu dapat berubah) ; fluktuatif (bersifat turun-naik atau tidak ada kemantapan; labil). Hal ini terkait dinamika internal/pribadi si Penulis dalam mensikapi dinamika Kompasiana.
Bagi seorang penulis, aktifitas menulis selalu bikin hati senang. Namun bisa saja terjadi sebelum menemukan Kompasiana dia telah lama mengalami luka batin, atau kesedihan yang mendalam.
Dalam referensinya, aktivitas menulis bisa menjadi salah satu cara penyembuhan luka batin itu.
Luka batin biasanya jarang diketahui orang lain, bahkan diri sendiri pun bisa tak tahu bahwa tengah memendam luka. Ketidaktahuan ini seharusnya segera disadari..
Setelah menemukan Kompasiana sebagai tempat menulis yang asik, dia jadi begitu bahagia. Jadilah dia "penulis rutin" di Kompasiana dalam rangka penyembuhan luka batin.
Aktivitas menulisnya dilakukan penuh sukacita laksana menemukan mata air di hamparan padang pasir yang luas. Muncul lah beragam pujiannya pada Kompasiana.
Namun di dalam perjalanannya 'berkompasiana', akibat dari suatu peristiwa atau dinamika Kompasiana, si Penulis tersebut jadi sakit hati.
Ada beberapa kecenderungan ; total berhenti menulis di Kompasiana, melakukan jeda menulis dalam waktu tak terbatas, atau tetap menulis di Kompasian walau sakit hati. Keputusan dari kecenderungan itu tentu saja didasarkan pertimbangan mendalam--yang hanya diketahui si Penulis itu.