Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Angin Terangkai ke Telinga dan Bibir

Diperbarui: 8 Mei 2016   22:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Angin"][/caption]

Sekumpulan orang duduk di belakang barisan. Terbentuk lingkaran tak beraturan.

Aku lihat beberapa yang tertawa tertahan. Mulutnya ditutup lima jari, tapi tak mampu menyembunyikan seluruh wajahnya. Ada garis-garis. Kerut-kerut. Meninggi. Ditarik telinga.

Mata mereka sama. Binar-binar. Sesekali bibir mendekat ke telinga kawan. Kemudian tubuh tergetar. Tangan dilipat turut tergoncang-goncang.

Mata mereka tertutup kabut angin. Tubuh menari-nari tak lepas. Berlomba dengan bibir. Menindih petuah.

Aku rasa ada tamu mampir di gendang telinga. Riuh-riuh. Kedap-kedap. Siur-siur. Berkepak sayap nyamuk, seperti sedang pesta kawin.

Hasrat dihidupkan. Nyali tergerak. Ingin terbang ke kumpulan. Membuka lingkaran. Menghirup semua gelak mereka.

Kubawa nyali. Mataku tak lepas tatap. Walau sedikit redup. Tangan mereka makin bergerak-gerak. Telunjuk jadi panglima. Jari-jari terteku malu.

Ternyata mereka sedang merangkai angin. Dipilin-pilinnya. Diputar-putarnya. Tak tampak ujung dan pangkal. Mungkin disembunyikan diantara ketiak berlendir.

Angin itu kemudian ditiupkan ke semua orang. Singgah sebentar kemudian berpindah ke bibir. Suaranya berisik sayup.

Aku melangkah mundur. Nyaliku pilu. Tapi rangkaian angin itu terus mengejarku. Berisi banyak kata. Tanpa ujung dan pangkal. Mengerubuti hati, otak dan lidahku. Mereka menuntut aku ikut merangkainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline