Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com

Demokrasi Mati Suri

Diperbarui: 7 September 2018   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Permainan atau penyakit, susah membedakan bagaimana kelompok pengeluh, organisasi gagal paham bahkan paham yang gagal, selalu menuntut namun tidak pernah melakukan, dan sejenis itu, bisa memutarbalikan fakta dan data. 

Yang benar bisa menjadi salah, yang salah dicari-carikan pembenar dan rasionalisasi yang kadang tidak berdasar pun tidak malu. Ketika mentok, mereka akan mengaku khilaf, minta maaf, dan menemukan kambing hitam, yaitu pemerintah.

Kalau ada banyak tikus di sawah, memperbanyak kucing, ular, burung hantu, atau malah menyalahkan mengapa ada padi di sawah? Nah para penggerutu ini biasanya menyalahkan padi yang tidak mampu melawan tikus, bukan memperbanyak musuh alami tikus. 

Demikian juga dengan banyaknya tikus berdasi, mereka malah memperlemah KPK dengan berbagai-bagai argumen. Ada yang menyatakan gaji kecil maka bisa dimengerti kalau korupsi. Padahal gaya hidupnya jauh dari itu, bagaimana belajar "mainan" saja sampai puluhan juta, jika gajinya kecil. Lihat bagaimana Zul membela Zumi yang dinilai gajinya kecil, tetapi belanja gila-gilaan dari Singapura lagi.

KPK sebagai "musuh" alami koruptor malah seolah mendapatkan tekanan untuk dibubarkan, dijadikan bahan untuk dipersalahkan saat melakukan OTT, yang dikatakan bisa habis pejabatnya. Coba bayangkan ketika tikus maling padi yang baru tumbuh, kalau digebug kan wajar, malah dikatakan jangan kasihan tikus kan juga mencari makan. Tepok jidat dulu ah....

Salah satu ciri alam demokrasi adalah kebebasan mengeluarkan pendapat. Sepakat, setuju, dan jelas itu benar. Ingat ciri demokrasi yang lainnya adalah juga menjamin kebebasan dan hak hidup warga negara secara setara. 

Tidak ada diskriminasi. Bagaimana perilaku pengeluh adalah ketika mereka mengeluarkan pendapat mereka harus didengarkan, termasuk memaksakan kehendak. Fakta pemaksaan kehendak mereka tidak mau ikut aturan hukum perundang-undangan. Ironisnya mereka mendengungkan demokrasi namun memunggungi demokrasi yang sejatinya tidak mereka sukai itu.

Berteriak-teriak jika demokrasi sudah mati, pemerintah otoriter, rezim sipil lebih keji dari yang berlatar belakang militer karena perilaku ugal-ugalan mereka ditangani secara tegas oleh penegak hukum. 

Menyatakan pendapat yang beraroma memecah- belah, menebar kebencian, dan setengah fakta demi kepentingan sendiri dan melemahkan dan mengarah pada legitimasi pemerintah.

Memperngaruhi persepsi publik dengan mengedit data, fakta yang disembunyi, jadi seolah-olah benar, padahal sejatinya ada lompatan logika. Contoh, pembangunan harus dirasakan oleh seluruh masyarakat, padahal yang mengatakan tidak pernah ke mana-mana, selain di "istana"-nya sendiri saja. Faktanya, pembangunan hingga pelosok bisa dicek sendiri jika tidak percaya.

Bukti atau contoh lain, infrastruktur tidakmembuat masyarakat kenyang. Mana ada rakyat makan semen, batu, besi, aspal, atau pasir, kecuali pejabat yang kelaparan karena tidak bisa lagi maling. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline