Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Malpraktik Berumah Tangga

Diperbarui: 8 September 2016   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.pinterest.com

Rumah tangga Bang Toyib berada dalam suasana yang sangat rumit. Sudah sepuluh tahun dirinya pergi ke luar negeri demi mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Di awal-awal kepergian, Bang Toyib rutin memberikan kiriman dana tiap bulan kepada Romlah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Secara finansial, kebutuhan hidup Romlah dengan dua anaknya tercukupi dari kiriman rutin suaminya. Namun ternyata itu tidak bertahan lama.

Memasuki tahun ketiga, kiriman mulai tersendat. Komunikasi juga mulai tidak lancar. Hingga akhirnya tahun keempat, semua sudah berakhir. Bang Toyib tidak pernah mengirim uang lagi, tidak pernah mengirim kabar, tidak juga pulang. Romlah berusaha menelpon, tetapi nomer Bang Toyib sudah tidak bisa dihubungi. Romlah mencoba mengontak lewat teman-teman yang dikenalnya, namun semua mengatakan tidak tahu menahu keberadaan Bang Toyib. Romlah juga mengirim surat, namun tidak berbalas.

Secara de fakto, Romlah hidup sendiri dengan dua anaknya. Dia berjuang sendirian mencari penghidupan, demi kedua anak tercinta. Kini anak pertama sudah sekolah SMA, dan anak kedua sekolah SMP. Sepuluh tahun hidup seperti jomblo, namun harus mengasuh dua anak. Tidak ada sentuhan kasih sayang, tidak ada belaian, tidak ada cumbu rayu, tidak ada aktivitas bersama suami yang membahagiakan dirinya. Semua seperti alam mimpi, bahkan akhirnya Romlah mengubur semua kenangan itu. Semakin diharap, semakin menyakitkan. Ia hanya bisa pasarah menjalani hidup sendiri.

Mau menikah lagi, takut kalau-kalau suatu ketika Bang Toyib pulang dan merasa masih menjadi suami yang sah. Romlah serba salah tingkah.

Ikatan Dalam Pernikahan

Ada banyak jenis ikatan yang terjadi dalam pernikahan. Yang pertama adalah ikatan Ketuhanan, dimana menikah adalah bagian dari tuntunan agama. Allah telah mengatur pernikahan sebagai jalan yang halal dan legal untuk menyalurkan fitrah kemanusiaan. Ikatan ini yang menyebabkan pernikahan menjadi sakral, karena berlandaskan tuntunan Allah. Prosesi pernikahan semuanya mengacu kepada ajaran agama, dan tidak boleh ada penyimpangan dalam pelaksanaannya. Bahkan Allah menyebut ikatan pernikahan sebagai “mitsaqan ghalizha”, sebuah ikatan yang sangat kuat dan kokoh.

Yang kedua adalah ikatan perasaan kemanusiaan. Bahwa menikah terjadi karena adanya tautan perasaan hati dua insan. Ikatan perasaan ini tidak mesti dalam bentuk saling jatuh cinta atau perasaan tergila-gila. Dalam batas tertentu, pada prinsipnya mereka telah bersepakat untuk saling menerima dan berproses bersama menuju gerbang pernikahan. Ikatan perasaan ini akan menjadi semakin kuat setelah diikat dalam sebuah akad yang sah. Perasaan cinta dan kasih sayang bisa terekspresikan dengan leluasa setelah menikah. Ini menjadi ikatan yang membuat suami dan istri bisa menjaga kebersamaan sepanjang usia.

Yang ketiga adalah ikatan tujuan. Dalam pernikahan ada visi, misi dan tujuan yang jelas. Bukan semata-mata menyalurkan keinginan atau memenuhi syahwat kemanusiaan. Menikah memiliki tujuan-tujuan yang sangat mulia. Suami dan istri terikat bersama untuk mewujudkan sejumlah tujuan tersebut dalam kehidupan keseharian. Ini juga menjadi hal yang mengikat kebersamaan antara suami dan istri.

Yang keempat adalah ikatan legal formal. Yang dimaksud dengan ikatan legal formal adalah bentuk legalitas yang terjadi saat prosesi akad nikah. Dalam praktek pernikahan di Indonesia, sebagaimana telah diatur dalam UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, dikenal Perjanjian Taklik yang dikrarkan oleh suami pada saat ijab kabul atau prosesi akad nikah, dan dicantumkan dalam Akta atau Buku Nikah yang ditandatangani oleh kedua mempelai.

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), sighat taklik adalah perjanjian yang diucapkan oleh mempelai laki-laki setelah akad nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang (KHI pasal 1 huruf e). Sighat taklik ini tercantum pada buku nikah bagian belakang. Biasanya, setelah ijab kabul selesai, mempelai laki-laki diminta oleh petugas KUA untuk membacanya.

KHI memandang perjanjian sighat taklik bukan merupakan keharusan dalam setiap perkawinan. Hal ini kita dapat kita baca di dalam KHI pasal 46 ayat (3), "Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali." Jadi menurut KHI, perjanjian taklik bukanlah suatu keharusan dalam pelaksanaan pernikahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline