Lihat ke Halaman Asli

Rohman Aje

Alhamdulillah, Hopefully I am better than yesterday

Sikapi LGBT dengan Pancasila Sila ke-5

Diperbarui: 18 Februari 2016   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

LGBT -- Desire can not be healed, but it can be controlled. Kurang lebih artinya, "Hasrat tidak bisa sembuh tapi bisa dikontrol". Itulah ungkapan yang mungkin tepat dinasihatkan kepada para pemuja hawa nafsu, tak terkecuali kaum LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender). Rasa suka terhadap sesama jenis mungkin bisa terjadi begitu saja pada manusia dan tak mengenal usia. Apakah itu sebuah kodrat yang sering mereka sangkakan ataukah lebih tepatnya sebuah ujian dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Karena baik, LGBT atau pemuja nafsu sehingga sering melakukan seks pra-nikah pun sama-sama diuji dengan hawa nafsu, terutama nafsu seks mereka. Apakah mereka dapat mengontrolnya ataukah justru terlena dengan kenikmatan sementara, sehingga mengiyakan hasratnya tersebut.

Jadi, saya rasa, sikap yang baik terhadap kaum LGBT adalah dengan melakukan pendekatan yang disikapi secara humanis. Sebab, ketika kita ingin mereka berhenti melakukan perbuatan yang nista menurut kacamata agama dan perbuatan melawan hukum menurut UU di Indonesia, khususnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka cara-cara kasar,caci-maki, pengucilan bahkan bullying tanpa henti, justru malah semakin mematri hasrat mereka tersebut dan mereka akan semakin jauh dari Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, ideologi bangsa Indonesia pada sila ke lima Pancasila.

Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk jalan yang terbaik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline