Lihat ke Halaman Asli

Sejarah Penulisan dan Kodifikasi Al-Quran

Diperbarui: 11 Juni 2017   23:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13967560901734992581

Al-Quran diturunkan Allah dalam bentuk lisan (bukan tertulis).  Karena Rasulullah tidak bisa membaca dan menulis, maka Rasul hanya mendengarkan secara seksama wahyu yang diturunkan lewat malaikat Jibril, lalu beliau hafal dan menyampaikan kembali wahyu Allah kepada para sahabatnya saat salat, mengajar dan menyemangati para sahabat untuk mempelajari dan menghafalkannya dengan menyebutkan hadist yang berbunyi sebaik-baiknya orang adalah yang mempelajari Al-Quran dan menyampaikannya, serta meminta para sahabat yang bisa membaca dan menulis untuk menuliskannya.

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, saat Perang Yamamah (perang melawan nabi palsu, Musailamah Alkahzab) di mana banyak para penghafal Al Quran wafat, Umar bin Khatab khawatir jika para penghafal banyak yang wafat maka Al-Quran tidak bisa diwariskan kepada generasi selanjutnya. Maka ia mengajukan usul penulisan seluruh ayat Al-Quran dalam satu buku,karena pada saat itu tidak ada satu sahabat pun yang mempunyai catatan semua ayat Al-Quran secara lengkap. Lalu ditunjuklah Zaid bin Tsabit sebagai ketua kodifikasi Al-Quran. Zaid dipilih karena ia lah pembaca Al-Quran terbaik, hafal semua ayat Quran, yang diminta oleh Rasul untuk menuliskan ayat Quran dan ia lah yang selalu hadir saat Rasul membaca seluruh ayat Al-Quran pada Ramadhan terakhir Rasulullah.

Pada masa pemeintahan Ustman bin Affan, Islam telah menyebar ke berbagai negeri, seperti Kufah (Iraq), Byzantium, Syria, dll.  Al-Quran yang dibacakan oleh Rasulullah terdiri dari 7 dialek, yaitu dialek suku Quraisy, Huzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yemen. Pada saat itu juga banyak orang Arab yang bangga dan merasa superior dengan dialeknya masing-masing, maka hal ini menimbulkan kekhawatiran terjadinya perpecahan. Terlebih lagi banyak mualaf, terutama yang dari luar Arab,  yang ketika salah membaca Quran tidak bisa dideteksi kesalahannya: apakah memang karena salah baca atau apa karena baca dengan salah satu dari 7 dialek. Seorang sahabat bernama Huzaifah bin al Yaman ketika ia berada di Iraq menyadari masalah ini. Ia khawatir akan terjadi perpecahan dan Al-Quran akan berubah. Lalu ia lapor kepada Khalifah Ustman bin Affan. Lalu Ustman membentuk tim yang juga diketuai oleh Zaid bin Tsabit dengan anggota 4 ahli Quran lalu menuliskan kembali Al-Quran dari mushaf yang ditulis pada jaman Abu Bakar yang saat itu disimpan oleh Hafsah, putri Umar bin Khatab dan juga istri Rasulullah, ke dalam dialek suku Quraisy yang merupakan dialek yang paling bagus.  Lalu tim ini menulis 7 salinan Al-Quran yang disebut Mushaf Ustman yang disebarkan ke 7 wilayah, yaitu: Madinah (ibu kota), Makkah, Syria, Basrah, Kufah, Yemen, Bahrayn. Ustman juga mengirim seorang ahli Quran dengan salinan Al-Quran tersebut ke wilayah-wilayah tersebut. Lalu ia memerinthkan untuk membakar semua kopi Al-Quran selain 7 salinan tersebut. Selanjutnya semua salinan Al-Quran berasal dari 7 salinan Mushaf Ustmani.

Kita mungkin bertanya, mengapa Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah dalam 7 dialek? Ternyata dengan 7 dialek ini memudahkan pembacaan dan penghafalan Al-Quran bagi muslim yang berasal dari beberapa suku yang ada pada saat itu, sehingga mereka dapat menghafal porsi besar ayat saat Rasul masih hidup. Karena mayoritas orang Arab saat itu  tidak bisa membaca dan menulis, maka Al-Quran dijaga dengan cara penghafalan.  Contoh perbedaan dialek adalah dalam kalimat alaihim (kepada mereka) sebagian suku membacanya alaihumuu, kata siraat (jalan) sebagian membacanya siraat, sedangkan yang lain ziraat.

Pertanyaan lain, ke manakah Mushaf Ustmani sekarang?

Mushaf Ustmani untuk Madinah awalnya disimpan di Masjid Nabawi, namun rusak karena terbakar. Dan setelah PD I hilang setelah dikirim ke Turki. Mushaf untuk Syria awalnya disimpan di masjid di Damaskus, namun saat terjadi kebakaran Mushaf habis terbakar. Namun sebelum terjadi kebakaran, sempat disalin, dan salinannya disimpan di Istambul Turki pada saat PD I. Seorang ahli tafsir Ibnu Katsir mengaku pernah melihat mushaf Ustmani di Syria sebelum hilang terbakar. Mushaf Ustman di Kufah pernah disalin di atas kulit rusa, dan disimpan di Mesir. Kopi Mushaf Ustmani yang lain diyakini berada di Tashikent. Semua tulisan tangan Al-Quran saat ini bisa ditemukan di Library of Congress in Washington, the Chester Beatty Museum di Dublin Irlandia dan di London Museum.

Sebuah penelitian selama 50 tahun yang dilakukan oleh Institute fur Koranfoschung Universitas Munich  yang mengumpulkan 42.000 salinan Al-Quran, baik yang komplit maupun tidak komplit menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan  antara salinan awal Al-Quran dengan salinan Al-Quran yang kita pegang saat ini, kecuali kesalahan penyalin yang dengan mudah dapat diketahui.  Hanya Mushaf Ustmani ditulis tanpa tanda baca karena saat itu bahasa Arab belum dikaji tata bahasanya dan  masih banyak yang mengerti bahasa Arab dalam bentuk tulisan yang simple,  sedangkan Al-Quran yang kita pegang sudah komplit dengan segala tanda baca, titk dan tanda berhenti. Tata Bahasa Arab mulai diperkenalkan oleh Abul Aswad Ad Duali, atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib.

[caption id="attachment_330297" align="aligncenter" width="560" caption="Mushaf Ustamani yang disimpan di Tashikent. Photo diambil dari Wikipedia"]

13967536851055738765

[/caption]



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline