Lihat ke Halaman Asli

Nydia Susanto

Travel blogger

Hari Terakhir di Osaka yang Penuh Badai

Diperbarui: 13 Agustus 2021   03:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dotonbori di Siang Hari/dokpri

Sebagian orang percaya bahwa hujan membawa berkah. Namun, ketika liburan ke Jepang tahun 2017 lalu, saya tak menyangka bahwa hujan pada hari terakhir saya di Osaka akan menjadi drama yang berbuntut panjang.

Kejadiannya diawali dengan hujan cukup deras sejak pukul 9 pagi di kota kedua terbesar di Negeri Sakura itu. Tanpa menyia-nyiakan waktu menunggu di hostel hingga hujan berhenti, saya memutuskan untuk beranjak ke daerah pertokoan supaya mudah menemukan tempat berteduh, seperti di Dotonbori dan Shinsaibashi.

Tak ketinggalan, saya pun menelusuri berbagai toko, restoran, kafe, supermarket hingga department store di dalam Namba Station yang sangat luas dan berkelok-kelok, di mana saya butuh informasi lebih lanjut mengenai cara terbaik untuk menuju bandara di Tourist Information Center.

Akhirnya, saya dianjurkan untuk naik bis saja ke bandara karena pada hari itu semua kereta api Japan Rail (JR), termasuk shinkansen, sudah tidak beroperasi sejak pukul 5 sore. Subway pun hampir semua tidak jalan kecuali rute-rute tertentu yang diperpendek. Belum ada informasi lebih lanjut kapan kedua transportasi massal itu kembali melayani penumpang karena hujan masih saja mengguyur kota tanpa henti.

Harga tiket bis, atau Airport Limousine Bus, dari Namba Station menuju Kansai International Airport adalah 1050 Yen (Rp. 146.000) yang berangkat pukul 7 pagi keesokan harinya. Dengan perjalanan yang memakan waktu 1 jam, saya akan sampai pada pukul 8 pagi dan pasti cukup waktu untuk mengejar pesawat yang take off pukul 10 pagi.

Ketika mau kembali ke hostel sekitar pukul 9 malam, rute subway belum juga berjalan normal. Saya terpaksa hanya bisa naik subway untuk 2 pemberhentian, yang sisanya harus dilanjutkan dengan taksi.

Setelah lebih dari 12 jam, hujan masih deras yang ditambah angin kencang. Saya sebagai warga Jakarta terus terang sangat takjub bahwa tidak ada genangan air di jalan setitik pun apalagi banjir setelah hujan segitu lamanya. Bila sistem drainase berfungsi baik dan gorong-gorong bebas dari tumpukan sampah, bisa saja kondisi Jakarta sebaik di Osaka.

Kembali ke jalan raya di Osaka, saya tidak menemukan 1 taksi pun yang mangkal di pinggir jalan seperti biasanya. Setiap taksi yang lewat sudah dalam posisi terisi. Bahkan taksi yang lampu indikatornya menyala tetap tak mau berhenti ketika saya melambaikan tangan. Mungkin saja itu taksi pesanan orang lain. Tanpa berbekal kemampuan Bahasa Jepang, tidak mungkin saya bisa memesan taksi melalui telepon atau aplikasi khusus.

Akhirnya saya baru bisa dapat taksi setelah 1,5 jam menunggu. Perjalanan 10 menit menuju hostel saja argonya mencapai Rp 1,4 juta, alias 10.000 Yen! Maklum, taksi di Jepang memang sejak dulu terkenal menjadi salah satu yang termahal di dunia. Sudah lah, yang penting saya bisa sampai hostel dengan selamat dan melanjutkan pengepakan koper dan tas.

Pada hari keberangkatan menuju bandara, hujan ternyata belum reda juga. Untungnya subway terdekat dari hostel menuju Namba Station sudah beroperasi lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline