Lihat ke Halaman Asli

Nurohmat

Pembelajar

Moderasi Beragama, Misi Mubaligh

Diperbarui: 23 November 2020   05:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Moderasi Beragama, Misi Mubaligh

Seperti biasa, dalam dua Minggu sekali tiap malam Senin saya diundang menjadi penyampai materi pengajian yang diselenggarakan oleh Pengurus Ranting Muhammadiyah Gebang dan sekitarnya. Temanya adalah memerikan dan menjelaskan konten yang terdapat dalam Himpunan Putusan Tarjih.  Peranan saya sebatas Mubaligh,  bukan ahli Fiqh, bukan ahli tafsir, bukan pula ahli Balagoh atau Nahwu - Shorof. Jadi, saya mesti memahami betul posisi keilmuan saya sampai sejauh mana.

Dalam menyampaikan konten Himpunan Putusan Tarjih saya tidak perlu gegabah, apalagi bertindak konyol seperti layaknya ustadz dadakan karena saya sadar diri bahwa latar belakang keilmuan saya bukan spesialis di bidang  cabang-cabang keilmuan seperti yang disebutkan di atas.  

Saya teringat dengan salah satu hikmah yang mengatakan," Ketahuilah apa yang kau ketahui dan ketahuilah apa yang kau tidak tahu, niscaya kau akan dapatkan pengetahuan yang benar". Sebagai Da'i atau Mubaligh harus tahu betul wilayah keilmuan mana yang diketahui dan mana yang tidak sehingga tidak sesat dan menyesatkan orang.  Sebaiknya, seorang Da'i dan Mubaligh harus berani berkata jujur terhadap hal-hal yang belum diketahui, sehingga disarankan untuk belajar secara berkelanjutan. Fas`alu ahla adz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun semestinya menjadi prinsip yang harus dimiliki oleh setiap Da'i dan Mubaligh. 

Latar belakang saya hanya lulusan S2 di bidang Manajemen Pendidikan Islam IAIN, disamping itu saya juga beberapa kali pernah mengikuti kegiatan 'sekolah' Da'i dan Mubaligh yang diselenggarakan oleh  Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan lembaga-lembaga lainnya, termasuk 'sekolah' Da'i yang diselenggarakan oleh BAZNAS pusat. Setidaknya ada sedikit bekal pengetahuan bagi saya mengenai strategi komunikasi dakwah.

Dalam setiap pertemuan pengajian, moderasi  dalam beragama menjadi misi saya ditengah maraknya isu radikalisme. Titik stressing dalam menyampaikan Himpunan Putusan Tarjih kepada warga Muhammadiyah adalah membangun kesadaran bahwa Tarjih merupakan salah satu metodologi yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam memilih dan memilah dalil-dalil yang dianggap rajih sebagai pedoman beribadah. Saya bukan tipe Mubaligh yang senang melakukan  indoktrinasi terhadap jama'ah karena bagi saya  indoktrinasi tidak mendewasakan seseorang dalam beragama. 

Saya juga mencoba membangun kesadaran pentingnya menghormati perbedaan dalam persoalan Fiqh. Nah, dalam hal ini salah satu referensi yang sangat relevan dan sangat membantu mengiringi Himpunan Putusan Tarjih (HPT) adalah kitab Fiqh Islam Wa Adillatuhu karya Wahbah Zuhaili. 

Alasannya,  ulasan kajian Fiqh  yang disuguhkan oleh Wahbah Zuhaili sangat moderat dan mengakomodasi berbagai pandangan Fiqh dari berbagai Madzhab sehingga segala potensi perbedaan ekspresi ritual keagamaan dalam Islam dapat dimaklumi dan dipahami bersama.

Harapan saya selain jama'ah terkoneksi wawasan keagamaannya diharapkan tumbuh juga sikap  yang mampu merawat keberagaman dalam ritual keagamaan. Dampaknya, jama'ah tidak gegabah menuding pihak lain sebagai ahlul bid'ah atau pihak yang 'sesat' dan menyesatkan. Alhasil, harapan saya adalah jama'ah menjadi lebih dewasa dalam beragama.

Muhammadiyah memang tidak menganut Madzhab tertentu. Namun, tidak anti Madzhab sehingga putusan Tarjih sejatinya merujuk kepada madzhab-madzhab tersebut dan dalil-dalil yang dianggap rajih. Jadi, kinilah saatnya  Da'i dan Mubaligh mulai  melakukan usaha moderasi dalam beragama.

Cirebon, 22 Nopember 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline