Lihat ke Halaman Asli

Nuning Listi

ibu rumah tangga

Cegah Perundungan dengan Pendidikan yang Beretika

Diperbarui: 5 Mei 2024   09:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stop Perundungan di Sekolah - www.refoindonesia.com

Kasus perundungan yang dialami dikalangan pelajar masih saja terjadi. Penyebabnya pun mulai bermacam-macam. Mulai karena suka tidak suka, sampai pada persoalan prinsip yang semestinya tidak boleh terjadi. 

Sekolah semestnya merupakan tempat yang aman dan nyaman bagi para siswa. Sekolah harus bisa menjadi tempat yang netral, bebas dari kepentingan apapun. Karena sekolah sejatinya untuk semua, bukan untuk kelompok tertentu saja.

Beberapa tahun lalu, di salah satu sekolah di Sumatera Utara pernah terjadi kasus perundungan yang dialami oleh salah satu siswi. Sekolah melarang salah satu siswi tersebut mengenakan jilbab, karena dianggap tidak seragam dengan siswi yang lain. Hal ini tentu menjadi tidak masuk akal. Larangan justru dilakukan oleh sekolah dan tenaga pengajarnya. 

Di Yogyakarta, juga pernah terjadi kasus perundungan yang sebaliknya. Kali ini adalah siswi dipaksa mengenakan jilbab oleh pihak sekolah. Dan alhasil siswi tersebut mengalami depresi.

Contoh diatas semestinya tidak boleh terjadi. Aksi perundungan yang terjadi karena persoalan keyakinan semestinya tidak boleh terjadi. Persoalan keyakinan adalah persoalan prinsip. 

Pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri terkait penggunaan atribut keagamaan di sekolah, menjadi hak para peserta didik. Meski ada aturan ini, faktanya masih ada oknum sekolah, tenaga pengajar dan para pelajar, yang melakukan perundungan atas nama agama.

Dunia pendidikan harus mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Dunia pendidikan harus mengedepankan etika dan sopan santun. Pendidikan tidak hanya belajar teori, tapi juga belajar saling menghargai dan menghormati antar sesama. Ketika berinteraksi antar pengajar dan peserta didik, antar siswa atau antar mahasiswa, tidak boleh diskriminatif.

Saat ini, banyak sekali oknum-oknum yang terus menyusupkan bibit negatif masuk ke dalam lembaga pendidikan. Tidak tanggung-tanggung, hal itu terjadi dari level PAUD hingga perguruan tinggi. Pernah ditemukan buku berisi materi jihad dengan cara meledakkan diri, dalam buku bacaan di salah satu PAUD di Jakarta. Sungguh sangat ironis. Pendidikan anak usia dini sudah disusupkan oleh pemahaman yang menyesatkan.

Bahkan ada juga tenaga pengajarnya yang justru terpapar bibit intoleransi dan radikalisme. Pengajar yang semestinya bisa mengajarkan pendidikan yang beretika, justru mengajarkan tentang kebencian antar sesama. Bukan bermaksud menjelekkan, tapi faktanya pernah ada kejadian seperti ini. Bahkan ada juga pesantren yang sempat terpapar pengajar yang radikal. Hal ini tentu harus menjadi kewaspadaan bersama.

Aksi perundungan bukan saja persoalan perilaku. Tapi juga mencerminkan pentingnya membentuk etika dan moralitas di kalangan generasi muda, pengajar dan lembaga pendidikan. Karena itulah perlu pendekatan pendidikan yang tidak hanya mengajarkan secara teori, tapi jjuga membentuk karakter yang sesuai dengan budaya dan adat istiadat masyarakat Indonesia. Generasi penerus harus pintar dan cerdas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline