Lihat ke Halaman Asli

Nugroho Endepe

Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.

Minol, Masih Perlukah di Tropis?

Diperbarui: 4 Maret 2021   06:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buah Siwalan di Tuban, produksi minuman legen halal, namun jika difermentasi jadinya tuak haram (Foto: satuharapan.com)

Minuman beralkohol menjadi trending topik karena adanya proteksi regulasi. Meskipun akhirnya lampiran dicabut, namun gaungnya masih kentara bahwa ada kesan legalisasi minuman keras atau beralkohol yang biasa disingkat minol. Minol ini sebenarnya pada situasi tertentu, sama saja dengan rokok. Sebagian ormas ada yang tegas mengharamkan rokok. Demikian juga, ada ormas yang mengharamkan bunga bank baik konvensional maupun syariah. Prostitusi juga haram. Narkoba juga haram.

Ya memang haram, mau apa dikata. Itu aturan agama hampir di semua ajaran. Semua yang enak, namun merusak, itu dilarang dikonsumsi. Termasuk ganja. Ganja sudah dibolehkan di Amerika, Kanada, Belanda, dan sebagian di Eropa lainnya. Minol jauh lebih liberal, dibolehkan untuk usia di atas 18 tahun dan yang dilarang bukanlah alkoholnya, namun perilaku merusaknya.

Mari kita sekilas bahas 4 pendekatan.

Pendekatan agama, haram tanpa kompromi. Artinya hukum dasarnya adalah tidak boleh diproduksi, dikonsumsi, diedarkan. Sebab, selain resmi dilarang di semua kitab suci, juga efek merusak dan adiktif berbahaya bagi manusia.

Pendekatan bisnis, halal dengan regulasi ketat. Cukai jangan dipalsu. Oplos jangan beredar, semua harus dikontrol regulasi ketat dan dipungut pajak. 

Pendekatan kriminologi. Halal terbatas, karena sweeping miras sebenarnya aneh karena pabriknya tidak ditutup. Orang kita baru kesiram tetesan alkohol, sudah teriak-teriak mau membunuh semua orang. Belum lagi keanehan, orang mabuk bisa memperkosa orang. Namanya mabuk kok bisa memperkosa? Jadi, bagi kriminolog, miras berbahaya karena risiko berbuat kejahatan. 

Pendekatan budaya, ya ini kalau di Eropa bersuhu dingin, suhu di bawah 0 derajat, miras menjadi teman perut dan badan untuk memanaskan barang sebentar dua bentar. Dan di Eropa, mabuk itu dibuat acara damai, gembira, bukan lantas ambil parang bunuh orang. Itu mabuk atau dimabukkan? Seperti Korea, habis makan pasti miras. Tapi tidak lantas teriak-teriak mengajak kelahi. 

Mabuk ternyata memang juga ada kelas budayanya. Budaya tinggi mabuk itu sopan, kalau ketagihan dan sakit ya ditanggung pribadi sampai tewas di rehabilitasi ya itu tanggung jawab pribadi. Namun di budaya lain, mabuk adalah dianggap sebagai gaya gayaan, sehingga lantas destruktif dan kriminal.

Nah, bagaimana di daerah tropis kita, minol boleh atau nggak ya?

Ke-4 pendekatan di atas sudah jelas. Sama saja dengan rokok, diharamkan juga disedot dan cukai dimanfaatkan. Bunga bank. Narkoba bahkan pengedar ditangkepin, pengguna diobrak, tapi pabriknya tidak diketahui dan jalur distribusinya tidak pernah bisa ditutup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline