Lihat ke Halaman Asli

Ngomongin Industri Fast Fashion dan Mengapa Hal Ini "Nggak Baik-baik Aja"

Diperbarui: 12 Juli 2020   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Spoiler: caramu membeli baju ada efeknya bagi lingkungan dan kemanusiaan, lho~~

Beberapa waktu yang lalu, media sosial twitter sempat sedikit dihebohkan dengan pernyataan seorang warganet yang dinilai merendahkan thrifting culture (jual-beli pakaian bekas) dan menyebut bahwa pakaian yang diproduksi oleh industri fast fashion merupakan pilihan yang lebih baik dan sesuai zaman. 

Terlepas dari pendapat pribadi tersebut, saya sebagai salah satu penikmat thrift culture merasa sedikit tergelitik untuk membahas mengenai sisi gelap industri fast fashion serta perspektif lingkungan dan sosial mengenai hal tersebut.

Mari kita mulai dengan pengertian fast fashion terlebih dahulu. Menurut kamus Merriam-Webster, fast fashion dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan untuk desain, kreasi, dan pemasaran mode pakaian yang menekankan dalam pembuatan tren fesyen yang dapat tersedia secara cepat dan murah bagi konsumen. 

Istilah fast fashion ini pertama kali muncul pada masa revolusi industri seiring ditemukannya mesin jahit serta suatu ide bahwa pakaian dapat diciptakan dengan jumlah yang banyak pada dalam waktu singkat untuk keuntungan semaksimal mungkin. 

Pada umumnya, pakaian yang dihasilkan dari industri ini akan dengan cepat diproduksi dan disesuaikan dengan tren mode terbaru, hal ini tentunya tidak asing karena kita selalu menjumpai bagaimana mode berpakaian kian berubah dari waktu ke waktu yang seakan tidak ada habisnya.

Memangnya apa yang tidak beres dari industri fast fashion?

Selain karena kualitas pakaian yang dihasilkan termasuk buruk dan cepat rusak, Industri fast fashion juga memiliki pengaruh besar bagi lingkungan, konsumen yang memakai produk mereka, hingga buruh pembuat pakaian itu sendiri.

Pertama, pengaruh bagi lingkungan.

Industri fashion merupakan penghasil polusi terbesar kedua di dunia setelah industri minyak. Sebanyak 20% dari limbah air industri hanya berasal dari pengolahan tekstil. 

Pada beberapa wilayah di mana industri ini bergerak, air limbah hasil produksi langsung dibuang ke sungai tanpa diolah lebih lanjut. Contohnya di Bangladesh, tiap harinya sebanyak 22 liter air limbah hasil penyamakan kulit dibuang ke sungai. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline