Lihat ke Halaman Asli

Novia Respati

Wirausaha

Cerpen: Lara Hati Ibunda

Diperbarui: 3 Februari 2024   21:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : https://www.pexels.com/id-id/foto/merah-berhenti-lampu-lalulintas-sinyal-lalu-lintas-11060589/

Sayup bisikan orang-orang di sana mengatakan, "Kasihan badut itu ya, kira-kira anak muda atau orang tua isinya?" semua saling menebak dan bertanya-tanya sendiri. Tampilan kostum yang agak dekil itu kian menambah kesan dramatis tentang sosok di balik kostum badut Pokemon itu.

Di penghujung senja, tampak samar sosok seseorang melangkah gontai pada sela-sela pancaran lampu temaram. Berbalut kostum badut jalanan yang melindungi tubuhnya dari hawa dingin. Sebuah kepala karakter badut yang rasanya cukup berat, berada dalam pelukan tangan kanannya. Sementara sebuah plastik kresek hitam dijinjingnya di tangan kiri.

Langkah gontainya bukan disebabkan usia yang telah rapuh, melainkan hatinya lah yang tengah mengalami kerapuhan. Wanita yang usianya hampir menginjak angka lima puluh tahun itu, hendak kembali ke gubuk reyotnya setelah mengais rezeki hampir seharian di bawah terik matahari. Ditambah lagi kostum tebal yang tak jarang membuatnya merasa kegerahan. Namun ia tetap menari dan menampilkan gaya-gaya lucu di lampu merah, berusaha menghibur pengguna jalan meski peluh dan pilunya hati tiada terkira.

Hanya inilah yang dapat ia lakukan, tak ada rezeki di tempat lain yang lebih layak untuknya. Tak ada pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Imbas pandemi waktu itu, tenaganya untuk mencuci piring di restoran tidak dibutuhkan lagi. Tak tahu juga apa yang akan dikerjakan jika memaksakan diri pulang kampung.

Masih cukup beruntung berkat kebaikan hati seorang pemilik usaha sewa kostum, Bu Arum dapat menyewa kostum badutnya dengan harga yang lebih rendah dari harga sewa pasaran.

Kini tibalah ia di ujung langkahnya. Dengan guratan lelah di wajahnya, perlahan tubuh itu dijatuhkan di atas bale bambu yang mulai usang. Bu Arum menghela nafas, mendongak menatap langit pekat. Tak lama, terdengar suara pintu yang diseret terbuka. Dan menampakkan sepasang kaki anak gadis di sana.

Gadis berkuncir karet gelang itu pun kian mendekat kepada sang ibu dan meraih tangan hangat itu untuk diciumnya. "Mak, Ihsan sudah tidur. Hari ini pelajaran olahraga, kayaknya dia capek banget."

"Iya nduk. Ini beras seliter, dimasak ya!" seraya menyodorkan kresek hitam tadi kepada Nining. Di saat yang sama, terdengar nyaringnya keroncong menggema dari dalam perut gadis itu. "Perutmu sampe bunyi gitu, Ning. Maafin Mamak ya. Pasti sisa nasi tadi pagi kamu kasihkan buat adikmu ya?"

"Iya Mak, kasihan Ihsan."

"Sudah sana, buruan dimasak berasnya!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline