Lihat ke Halaman Asli

Yunita Kristanti Nur Indarsih

TERVERIFIKASI

... n i t a ...

[Novel - Bagian Kedua] Menyambut Jejak Kenangan Anka

Diperbarui: 9 Oktober 2021   16:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi / Sumber: Unsplash.com (Genevieve Dallaire)

"Spiritual connected, Paramitha Andini. Aku jalan dulu ya, salam untuk Ibu."

(Azalea ikut bergoyang menyaksikan keduanya berjalan dengan terdiam)

Stasiun Tugu Bersama Jejak Kenangan

Uluran tangan kekar milik Anka Adrian malam itu seolah ingin memberi pesan untuk kuraih, tiba-tiba gawai di tasku berbunyi. Lumayan, ada kesempatan untuk bisa ngeles sejenak dari 'pesonanya'. Sambil tersenyum padanya, bergegas kubuka tas dan mengambil gawai hitam layar 6 inch. Dua notifikasi, 1 panggilan dan 1 pesan whatsapp.

Aku jawab panggilan terlebih dahulu, dari Ibu Sasanti, menanyakan keberadaanku. Kujawab segera untuk meredakan kekhawatirannya. Anka memerhatikan gerak-gerikku lewat pandangan perifernya. "Bu, Mita sudah di stasiun, tunggu ya..."

Satu pesan dari Bu Eka yang menyatakan bahwa ban motornya bocor sehingga tidak bisa menjemputku. Aku memastikan bahwa Bu Eka aman-aman saja di posisinya, motor dan masalahnya sudah terselesaikan. Bu Eka, salah seorang wanita tangguh yang kukenal di kota ini, tiap aku pulang pasti beliau setia menanti di pintu peron. Wanita single parent dengan tiga anak. Daya juang yang luar biasa. Teladan, tak pernah mengeluh, ceria, semangat, dan optimis.

"Mit, naik becak aja ya, kuantar.." Pemilik suara bariton itu kembali memecah hiruk pikuk penumpang Turangga dari Surabaya yang mencari alat transportasi menuju tempat mereka masing-masing. "Oh okay, Ka, lets go, brooo..." Anka gak pernah berubah di mataku. Dingin, cuek, tapi perhatian banget.

*

Aku anak bungsu dari 2 bersaudara, kakakku, Mas Tama, Pratama Mahendratta. Ibu Sasanti dan Ayahku pasangan sederhana yang berjuang demi keberhasilan putra dan putrinya. Aku seorang yang senang memberikan perhatian kecil, hal itu akan menyumbangkan kebahagiaan, kenangan yang akan selalu diingat. Dulu, saat KKN di desa, sebuah desa di pucuk gunung, setiap hari aku diberi sayur mayur segar oleh Pak Tarno, seorang petani sayur di desa tersebut. Istri Pak Tarno pernah kubantu persalinannya.

Tentu membantu persalinan itu hal biasa untuk aku. Saking berterima kasihnya mereka setiap hari mengirim sayur mayur dan mengantarkan khusus buatku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline