Lihat ke Halaman Asli

Deni Purnomo

Penulis Abal-abal

Demo Mahasiswa, Bayangan Kelam di Bulan September

Diperbarui: 27 September 2019   15:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.wowshack.com

Ada banya tragedi kemanusiaan yang terlupakan, September menjadi saksinya. TragedI Tanjung Priuk tahun 1984 berteriak histeris karena hak asasinya dilanggar habis oleh serdadu yang kerasukan. 

Di tahun 1999 Tragedi Semanggi II meloncat keluar membungkam suara. Kemudian pita suara sang pembela HAM terputus oleh kawat berduri  di tahun 2000. Kata-kata keras kepalanya keadilan juga diistirahatkan di tahun 2004.

Luka dan duka begitu saja mengalir berkelanjutan. Membawa keegoisan sebagai senjata, juga kepintaran yang keminter terhadap manusia-manusia berstrata rendah. Hasilnya keblinger, menumpulkan hukum dan menjatuhkan kemanusiaan.

Sebenarnya apa fungsi dari Pendidikan tinggi? Apakah hanya berupa kertas yang menjadikan namanya menjadi Sarjana? Atau senjata guna membunuh layaknya hukum rimba? Siapa yang kuat, dia yang akan bertahan dengan mengubahnya menjadi siapa yang berjabatan tinggi, dia yang berkuasa.

September tidaklah bersalah! Jangan hitamkan dia kembali di tahun ini. Bukankah para elit pernah berjanji pada orasi-orasinya bahwa kemajuan daerah, kemajuan Indonesia adalah dengan bekerja sama? 

Bagaimana masyarakat bisa bekerja sama jika pendapat dan aspirasi mereka ditolak mentah tanpa dimasak? Katanya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 

Tapi, rakyat yang mana? Yang berselonjor kaki di atas kursi putar yang dibelinya 100jt? Atau yang terbang dengan sayap yang dibelinya dari dompet rakyat miskin yang disimpan oleh negara?

Dari rakyat untuk pejabat! Tidak bisa dipungkiri, itu akan menjadi slogan tersembunyi di balik slogan manis sebelumnya. Ini hanya sebagai pengingat bagi kita, bahwa jangan bangga dengan jas dan dasi, serta pantofel yang dipakaikan oleh tangan-tangan kasar para buruh.

Jangan biarkan emosional negatif berjalan berdampingan dengan egoisme diri yang memabukan pola pikir kemanusiaan.

Cukuplah mantan dan juga janda-janda muda yang menjadi ladang perjuangan para BER'UANG. Tidak dengan memasak menu Orde Baru yang telah lama disekap di balik lembaran buku-buku menu untuk kembali disantap.

Matikan apinya, angkat wajannya, dan gagalkan. Agar aroma Orde Baru tidak tercium kembali seperti hari ini (24/09/19). Orasi dan aspirasi saling hantam-menghantam pagar-pagar gedung Rakyat. "Jangan bunuh suara kami," teriak salah seorang berjaket biru navy pada ketulian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline