Lihat ke Halaman Asli

Brahman dan Sang Hyang Widhi Wasa: Menelusuri Dua Konsep Ketuhanan dalam Hindu

Diperbarui: 17 September 2025   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Agama Hindu merupakan salah satu tradisi spiritual tertua di dunia, dengan warisan filsafat dan teologi yang sangat kaya. Di India, pusat kelahiran Hindu, konsep ketuhanan yang paling mendalam dan abstrak dikenal sebagai Brahman. Sementara itu, di Indonesia, khususnya Bali, umat Hindu mengenal Tuhan dengan sebutan Sang Hyang Widhi Wasa. Meskipun keduanya merujuk pada Tuhan Yang Maha Esa, terdapat perbedaan mendasar dalam pendekatan, asal-usul, dan fungsi dari kedua konsep ini. Artikel ini akan mengulas secara mendalam perbedaan antara Brahman dan Sang Hyang Widhi Wasa, serta bagaimana keduanya berperan dalam kehidupan spiritual umat Hindu.

Dalam tradisi filsafat Hindu, terutama ajaran Vedanta, Brahman adalah konsep ketuhanan yang paling mendalam dan abstrak. Brahman bukanlah sosok personal, melainkan kesadaran murni, realitas mutlak, dan esensi dari segala sesuatu. Ia tidak berwujud, tidak berawal, tidak berakhir, dan melampaui segala bentuk dan nama. Kitab-kitab suci seperti Upanishad menggambarkan Brahman sebagai sesuatu yang tidak bisa dipahami oleh pancaindra manusia. Ia adalah sumber dari segala eksistensi, namun tidak bisa dipersonifikasikan. Dalam konteks ini, Brahman lebih mirip dengan konsep "Yang Mutlak" dalam filsafat metafisika, bukan Tuhan personal seperti dalam agama-agama monoteistik.

Brahman juga menjadi tujuan akhir dalam pencarian spiritual umat Hindu. Dalam ajaran moksha, jiwa individu (Atman) berusaha untuk bersatu dengan Brahman, melepaskan diri dari siklus kelahiran dan kematian (samsara). Ini adalah puncak dari perjalanan spiritual yang menekankan kontemplasi, meditasi, dan pemahaman mendalam tentang hakikat diri dan alam semesta. Dalam praktiknya, pencapaian Brahman bukanlah sesuatu yang mudah. Ia menuntut disiplin spiritual yang tinggi, pengendalian diri, dan pembebasan dari keterikatan duniawi. Oleh karena itu, jalan menuju Brahman lebih bersifat filosofis dan kontemplatif, bukan ritualistik.

Berbeda dengan Brahman yang lahir dari tradisi filsafat India, Sang Hyang Widhi Wasa adalah istilah yang berkembang di Indonesia, khususnya Bali. Nama ini mulai digunakan secara luas setelah kemerdekaan Indonesia sebagai bentuk penyesuaian terhadap nilai-nilai lokal dan nasional, terutama dalam kerangka ideologi Pancasila. Secara harfiah, Sang Hyang Widhi Wasa berarti "Yang Maha Kuasa". Ia dipahami sebagai Tuhan Yang Maha Esa, sumber dari segala kekuatan dan energi di alam semesta. Dalam praktik keagamaan Hindu di Bali, Sang Hyang Widhi Wasa sering dimanifestasikan melalui berbagai dewa-dewi, seperti Brahma, Wisnu, dan Siwa, yang merupakan bagian dari Trimurti.

Namun, penting untuk dicatat bahwa dewa-dewi ini bukanlah Tuhan yang berbeda-beda, melainkan manifestasi dari satu Tuhan yang sama, yaitu Sang Hyang Widhi Wasa. Ini menunjukkan bahwa meskipun tampak politeistik, Hindu Bali tetap berpegang pada prinsip monoteisme, dengan Sang Hyang Widhi sebagai pusatnya. Dalam konteks ini, pemujaan terhadap dewa-dewi bukanlah bentuk penyembahan kepada banyak Tuhan, melainkan penghormatan terhadap aspek-aspek dari Tuhan Yang Maha Esa yang berbeda-beda.

Perbedaan antara Brahman dan Sang Hyang Widhi Wasa mencerminkan dua pendekatan yang berbeda terhadap konsep ketuhanan. Brahman berasal dari tradisi filsafat India yang sangat kontemplatif dan metafisik. Ia tidak memiliki wujud, tidak bisa dipersonifikasikan, dan menjadi tujuan akhir dalam pencarian spiritual. Sementara itu, Sang Hyang Widhi Wasa adalah adaptasi lokal yang lebih konkret dan simbolik, sesuai dengan budaya dan tradisi masyarakat Bali. Ia dipersonifikasikan melalui dewa-dewi dan menjadi pusat dalam berbagai ritual dan upacara keagamaan.

Dalam praktik keagamaan Hindu Bali, Sang Hyang Widhi Wasa sering disimbolkan melalui Padmasana, sebuah bangunan berbentuk singgasana dengan hiasan bunga teratai. Bunga teratai melambangkan kemurnian dan kesucian Tuhan yang tidak tercemar oleh dunia fana. Selain itu, umat Hindu Bali juga menggunakan berbagai upacara dan ritual sebagai bentuk pengabdian kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Ini mencakup upacara Galungan, Kuningan, dan Nyepi, yang semuanya bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.

Di sisi lain, pencarian Brahman lebih bersifat internal dan kontemplatif. Praktik seperti meditasi, yoga, dan studi kitab suci menjadi jalan utama untuk memahami dan menyatu dengan Brahman. Ini menunjukkan perbedaan pendekatan antara spiritualitas India dan religiositas Bali. Jika Sang Hyang Widhi Wasa lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari umat Hindu Bali, maka Brahman lebih menjadi tujuan akhir yang abstrak dan filosofis.

Namun, meskipun berbeda secara filosofis dan kultural, Brahman dan Sang Hyang Widhi Wasa sebenarnya tidak bertentangan. Keduanya merujuk pada realitas ilahi yang sama, namun dengan pendekatan yang berbeda sesuai dengan konteks masyarakatnya. Dalam ajaran Panca Sradha, umat Hindu percaya pada keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, yang bisa disebut sebagai Brahman atau Sang Hyang Widhi Wasa. Ini menunjukkan bahwa Hindu memiliki fleksibilitas teologis yang memungkinkan berbagai interpretasi dan adaptasi lokal.

Fleksibilitas ini menjadi kekuatan utama Hindu sebagai agama yang mampu hidup berdampingan dengan berbagai budaya dan tradisi. Di India, Hindu berkembang dalam berbagai aliran seperti Shaiva, Vaishnava, dan Shakta. Di Bali, Hindu berkembang dengan warna lokal yang kaya, termasuk sistem kasta, upacara adat, dan seni sakral. Dalam semua bentuknya, inti dari ajaran Hindu tetap sama: pencarian kebenaran, keharmonisan dengan alam, dan pengabdian kepada Tuhan.

Dengan memahami bahwa Brahman dan Sang Hyang Widhi Wasa adalah dua ekspresi dari satu kebenaran ilahi, umat Hindu dapat merayakan keberagaman sebagai kekuatan, bukan sebagai ancaman. Dalam semangat Tat Twam Asi---"Engkau adalah aku"---marilah kita membangun jembatan pemahaman dan merawat harmoni spiritual di tengah perbedaan. Brahman mengajarkan kita untuk melihat kesatuan di balik keragaman, sementara Sang Hyang Widhi Wasa mengajarkan kita untuk menghormati manifestasi Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline