Lihat ke Halaman Asli

NIKMATUS ZAHRO

Mahasiswi PIPS UIN Malang

Bagaimana Penerapan Teori Classical Conditioning dalam Kegiatan Pembelajaran?

Diperbarui: 2 Oktober 2022   07:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Classical conditioning adalah teori belajar yang dikemukakan oleh Ivan Pavlov (seorang ilmuwan dari Rusia). Tidak heran jika classical conditioning juga dikenal dengan istilah Pavlovian conditioning.

Classical conditioning termasuk kedalam teori belajar behaviorisme.  Terrace (1973) menyatakan bahwa classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan reflek baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflek tersebut. Teori ini terbentuk berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan Pavlov pada anjing. 

Dari teori ini diketahui bahwa individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Teori classical conditioning milik Pavlov ini dianggap sebagai teori pertama yang membahas terkait belajar antisipasi. 

       Teori classical conditioning memiliki plus dan minus tersendiri. Adapun sisi plus atau keunggulan dari classical conditioning adalah dapat membentuk ataupun merubah respon seseorang/banyak orang sesuai dengan keinginan.  

Ketika respon tersebut sudah menjadi sebuah kebiasaan, maka seseorang tersebut akan mudah untuk diarahkan dalam kegiatan pembelajaran. 

   Sementara itu, minus dari teori ini bisa dilihat dari kritik-kritik yang muncul, yaitu:

a.Harus ada reinforcement agar respon tetap baik atau tidak menurun.

b.Tidak ada penjelasan proses belajar yang melibatkan mental.

c.Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan.

d.Classical conditioning menganggap bahwa belajar hanya terjadi secara otomatis.

e.Jika dilakukan secara terus-menerus maka ditakutkan peserta didik akan mempunyai rasa ketergantungan atas stimulus yang berasal dari luar dirinya. Padahal seharusnya anak didik harus memiliki stimulus dari dirinya sendiri dalam melakukan kegiatan belajar dan kegiatan pemahaman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline