Lihat ke Halaman Asli

Ki Simun: Wayang Klasik, Darah Seni, dan Perjuangan

Diperbarui: 26 Maret 2017   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Ki Simun, pahlawan wayang klasik. Dok Pribadi

Yo ngene ki le nek mayang, ora iso diwulang, tapi kudu berjuang,” nilai pria tua itu

Wayang klasik kini kian tenggelam

Tergerus perubahan

Namun ada satu sosok pria tua gagah

Menolak semua itu

Ia adalah Ki Simun

Sang Pahlawan Pelestari Wayang Klasik

Siang itu matahari cukup terik, udara khas pantai daerah Gunung Kidul begitu terasa di dusun ini, meski masih cukup jauh dari pantai. Berjarak sekitar 35 Km dari pusat kota Yogyakarta, membuat daerah ini masih sepi dan jauh dari kata keramaian. Padukuhan Ngleri Wetan, Desa Ngleri, Kecamatan Playen tidak melulu bicara soal sepi. Sosok terkenal nan menjadi panutan di kalangan pecinta seni khususnya perwayangan, nyatanya bertempat tinggal di sini. 

“Monggo, mlebu(arti: masuk, bahasa Jawa) o,” kata pria tua itu ramah. Pria tua itu ialah Ki Simun. Sebagai dalang, ia punya nama panggung Ki Simun Cermo Joyo. Ada cerita unik terkait nama Ki Simun dan Cermo Joyo. Ternyata jangan sekali-sekali menanyakan rumah Ki Cermo Joyo di padukuhan ini, tetangga dan orang sekitar Ki Simun pasti tidak tahu siapa orang yang dimaksud. Namun sebaliknya, jika orang bertanya rumah Ki Simun, sontak orang padukuhan langsung memberitahu dan mengantar sampai pada alamat yang dimaksud. “Cermo Joyo itu nama panggung, orang-orang luar taunya saya ya Ki Cermo Joyo, kalo orang desa sini taunya ya Ki Simun hahaha,” jawab Ki Simun lepas diiringi tertawa. 

Ki Simun hidup bersama istrinya yang bernama Samiyem. Pria asli Gunturan, Bantul ini juga menceritakan awal mula dirinya bertemu dengan istri tercintanya itu. “Dia dulu sinden, setiap Bapak saya ada acara, pasti ngundang dia sebagai sinden,” tutur Ki Simun sembari menyeruput kopi. Samiyem menilai Ki Simun sebagai pribadi yang pantang menyerah, entah dalam hal mayang (arti: memainkan wayang) maupun ngarit (arti: memotong rumput, biasanya untuk beternak). “Dia itu sudah tua, gak kesel mayang, ngarit juga,” nilai Samiyem. 

Wayang Klasik 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline