Lihat ke Halaman Asli

Niam At Majha

Penikmat Buku dan Penikmat Kopi

Dari Desa Hingga Kota

Diperbarui: 5 Januari 2023   18:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Kumpulan cerpen yang bertajuk Buku dari Ziarah hingga Nurlela adalah karya sekian dari Nadjib Kartapati, Z; dia adalah cerpenis dengan gaya penulisan yang naturalis, tidak neko-neko, tidak sok, tetapi gaya bertuturnya mengalir alamiah, sebab karyanya berlatar belakang kehidupan di desa, menggambarkan nyata masyarakat biasa. Hampir mayoritas karyanya kental dengan latar desa.

Semisal dalam cerpen Dalam Bayangan Ibu, tema yang diambil adalah arti sebuah kebahagiaan bagi seorang Ibu, istri dan tokoh saya (baca:Wandi). Data tersebut mengandung pesan, jika kebahagiaan itu ada dalam hati, bukan dalam ke kayaan dalam arti ekonomi. Bakti seorang anak di Jawa adalah merawat orang tuanya pada saat berusia tua. Hal tersebut tak dapat dilakukan oleh Wandi karena berbeda pandangan perihal soal kebahagiaan. Wandi dan ibunya berbeda pandangan ketika menjelaskan arti sebuah kebahagiaan.

Berbeda lagi dengan cerpen yang bertajuk Ziarah,  sebuah permintaan sederhana dari seorang Ibu terhadap anaknya agar menyempatkan diri untuk menziarahi makam Ayahnya yang berada di desa terpencil nan jauh dari Ibu kota. Padahal dulu desa tersebut adalah tempat kelahiranya. Permintaan sederhana tersebut yaitu ketika tiga hari yang lalu dia bermimpi betemu dengan Ayah. Menerutnya itu adalah isyarak jika makamnya agar diziarahi.

Ibu berpesan apabila makam adalah tempat di mana anak-cucunya bisa melakakukan hubungan batin dan juga merupakan satu saksi bahwa seseorang pernah hidup di dunia.

Nadjib membuka buku kumcer ini dengan cerita perihal ziarah dan yang dipakai sebagai penutup adalah cerpen Nurlela yang ditulis tahun 2013. Cerita tersebut mengandung pesan agar seseorang jangan keliru dalam menilai diri orang lain. Tentang hubungan batin yang mesra antara seorang boca dengan seorang Ibu. Terhadap bocah itu si Ibu memproyeksikan kerinduan dan kasih sayangnya pad anak kandungnya yang hilang. Namun ceritanya berakhir tragis, karena tokoh Nurlela tiada lagi di akhir kisah.

Membaca karya-karya Nadjib kita akan dibawa pada sebuah perenungan  keseharian, dan memandang kembali perihal kehidupan harian kita, meski dalam kisahnya kita bisa dibawa ke alam kadang-kadang, yaitu sedih, bahagia, tertawa bahkan bisa jadi dalam kisah-kisah tersebut kita pernah mengalaminya.

Nadjib bukanlah penulis yang baru kemarin sore, melainkan ia sudah berpuluh-puluh tahun menafakuri cerpen-cerpenya yang berlatarkan cerita dari desa hingga kota. Dengan membaca buku ini tentu pembaca akan menemukan sesuatu yang lain antara kota dan desa. Selamat membaca




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline