Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Solusi

Diperbarui: 22 September 2018   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pinterest.com

Ketika senja membiaskan cahaya matahari, berpendar ke seluruh permukaan laut. Berbisiknya si ombak dibarengi dengan bunyi orong-orong yang menginap di goa pinggir pantai. Kadang juga ia berteriak, ketika ia menghantam batu karang.

Semua suara alam itu bersatu, menyelinap ke sela-sela otakku. Sejenak menyejukkan hati. Namun hanya sejenak saja, tidak selamanya. Karena begitu aku pergi dari sini, keriuhan kota pun datang lagi. Rutinitas menghampiri, teman-teman pun mulai mengajak berkompetisi. Memaksa aku menyelesaikan tugas-tugas yang jangan harap bisa terbebas dari batas waktu.

Lalu terkadang terasa percuma saja, menghabiskan waktu hanya untuk bersantai merebahkan tubuh di atas milyaran butiran pasir yang katanya membuat nyaman itu. Ya, percuma, jika pada akhirnya problema duniawi masih saja ikut serta.

"Kumala, sampai kapan kita akan di sini?"

"Sekejap lagi, Bara. Menunggu pasir-pasir ini menyuruhku pulang."

"Apa yang kamu pikirkan, sih?"

"Banyak. Sudah, lebih baik kamu main istana pasir saja sana, anak kecil."

Bara melihatku dengan dahi yang berkerut, bibir melengkung kebawah. Rupanya anak itu mulai bosan berada di tepian air asin yang berlalu-lalang ini. Ah ku biarkan saja dia menggerutu.

Nyatanya, aku belum ingin pulang sekarang. Bara adalah adik bungsuku, memang dia selalu ngotot ingin ikut denganku kesana kemari apalagi ketika aku butuh menyendiri membuang-buang waktu dengan ngobrol sama angin begini.

Dia pasti tahu kemana aku akan pergi, yang jelas jauh dari keriuhan kota. Dia juga menyukai itu. Bebas dari bau-bau kecurangan, bau-bauan manusia saling sikut dan sepak berusaha untuk saling unggul. Walaupun tak bisa dipungkiri aku pun juga selalu ingin lebih unggul dari teman-temanku. Tapi kan sehendaknya aku tidak nyikut apalagi nyepak.

Jadi, namaku Kumala. Berpikir keras adalah hobiku. Belakangan pikiranku sedang keruh karena harus menghadapi persaingan bisnis yang kian sengit. Kompetisi sehat sejauh ini selalu kuterapkan dalam mengelola usahaku. Bukan, aku tidak memiliki perusahaan. Aku hanya giat berwirausaha, menekuni dan melestarikan apa yang menjadi kebudayaan yakni usaha batik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline