Lihat ke Halaman Asli

UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Peringati Hari Kartini

Diperbarui: 28 April 2024   21:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pic source: dok. pribadi

Setiap tanggal 21 April kita peringati sebagai Hari Kartini. Siapa Kartini? Raden Ajeng Kartini atau R.A. Kartini adalah seorang perempuan asal Jepara, Jawa Tengah, yang lahir pada 21 April 1879. Kartini merupakan keturunan bangsawan, oleh karena itu gelar Raden Ajeng disematkan kepadanya.

Habis gelap, terbitlah terang. Sejak Sekolah Dasar, kalimat tersebut kita kenal hingga akhirnya terpatri dengan kuat di benak. Para guru kita dengan tegas menuturkan, bahwa kalimat tersebut merupakan sebuah judul buku. Buku yang disusun berdasarkan surat-surat yang ditulis oleh seorang perempuan, dialah R.A. Kartini.

Presiden Soekarno pernah berkata jas merah. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Oleh karenanya, momen 21 April menjadi saat yang tepat untuk sejenak menekuri siapa R.A. Kartini. Kartini merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M.A. Ngasirah. Ayah Kartini adalah Bupati Jepara saat itu.

Kartini berkesempatan untuk sekolah di Europeesche Lagere School (ELS). Di ELS, Kartini belajar Bahasa Belanda. Sayangnya, Kartini hanya bersekolah sampai usia 12 tahun, karena sudah memasuki masa pingitan. Pada masa itu, terdapat tradisi wanita Jawa harus dipingit dan tinggal di rumah.

Kartini tidak kuasa untuk menolak tradisi yang terjadi di lingkungan rumahnya tersebut. Namun begitu, Kartini tidak kekurangan akal. Selama dipingit, ia belajar sendiri membuat dan berkirim surat dengan teman-temannya dari Belanda, salah satunya adalah Rosa Abendanon.

Kartini juga membaca banyak buku, surat kabar, dan majalah Eropa. Buku adalah jendela dunia. Kalimat ini benar-benar dibuktikan oleh Kartini. Lantaran banyak membaca, Kartini memperoleh pengetahuan dan pandangan baru akan banyak hal. Ia jadi memahami cara berpikir perempuan Eropa yang lebih maju dan bebas dibandingkan perempuan pribumi kala itu.

Kartini mengamati dengan mata kepalanya sendiri, bahwa di masanya hidup, perempuan pribumi sungguh menyedihkan. Perempuan di masanya, khususnya perempuan Jawa, tidak sebebas golongan lelaki. Perempuan adalah golongan kedua. Perempuan hanya menjadi batur atau pembantu bagi kaum lelaki.

Dari banyaknya buku, surat kabar, dan majalah yang Kartini baca, membuatnya berpikir untuk memajukan perempuan pribumi. Menurutnya, perempuan pribumi harus mendapatkan kesetaraan dan kebebasan. Surat-surat yang ditulis Kartini menjadi salah satu bentuk perjuangan. Kartini menuliskan gagasan-gagasannya mengenai emansipasi perempuan. Kartini menuliskan penderitaan perempuan Jawa seperti harus dipingit, tidak bebas dalam menuntut ilmu, dan adanya adat yang mengekang kebebasan perempuan.

Berkat kegigihan Kartini, pada tahun 1912 berdirilah Sekolah Kartini oleh Yayasan Kartini. Sekolah ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, salah satu tokoh politik etis saat itu.

Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang dikirimkan Kartini kepada teman-temannya di Belanda. Buku tersebut diberi judul Door Duisternis tot Licht yang artinya Dari Kegelapan Menuju Cahaya. Diterbitkannya buku tersebut mulai mengubah cara berpikir masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi Hindia Belanda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline