Lihat ke Halaman Asli

Neno Anderias Salukh

TERVERIFIKASI

Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Melawan Perspektif Masyarakat Pelosok dalam Penanganan Penyakit

Diperbarui: 22 Maret 2020   06:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: freepik.com

Melawan persepektif masyarakat dalam penanganan penyakit cukup membuat kening berkerut dan keringat meleleh.

Beberapa minggu yang lalu, seorang murid saya tidak hadir di sekolah seperti biasa. Meski kadang alasan ketidakhadirannya tidak jelas, kali ini alasan yang disampaikan oleh teman-temannya membuat saya sedih. Adik laki-lakinya yang baru berusia 8 tahun meninggal dunia.

Seperti biasa, saya menanyakan penyebab kematian adiknya yang hanya menderita sakit dalam jangka waktu 5 hari. Alasannya cukup klasik, bahwa yang menyebabkan anak tersebut meninggal dunia adalah jiwanya ditawan oleh makhluk halus karena terkejut di mata air.

Konon, masyarakat Suku Dawan (Timor) percaya bahwa mata air, pohon-pohon besar, hutan dan batu-batu besar, serta goa, dihuni oleh makhluk halus yang disebut sebagai pemilik alam. Karena itu, dilarang terkejut di tempat-tempat tersebut karena jiwa seseorang bisa terpisah dari jasmaninya dan berpotensi ditawan oleh makhluk halus.

Ketika seseorang yang jiwanya ditawan oleh makhluk halus akan mengalami sakit-sakitan yang mengancam nyawanya sehingga untuk mengantisipasi kejadian tersebut, setidaknya ada ritual keagamaan yang dilakukan untuk merebut kembali jiwa yang tertawan.

Lalu saya terus melontarkan berbagai pertanyaan termasuk pertanyaan sejauh mana upaya mereka menyembuhkan anak tersebut. Saya juga bertanya apakah sudah dibawa ke puskesmas untuk memperoleh perawatan? Jawabannya: tidak.

Jawaban ini membuat saya cukup kesal. Kekesalan ini membuat saya berpikir banyak tentang pola pikir masyarakat yang belum mempercayai instansi kesehatan dalam penanganan berbagai penyakit.

Satu minggu kemudian, seorang bocah perempuan yang berusia sama dengan bocah yang meninggal terdahulu pun meninggal dunia. Durasi sakitnya kurang lebih sama.

Saya pun bertanya lagi tapi kali ini saya tidak tanya penyebab sakitnya, saya hanya bertanya kepada beberapa orang yang mengetahui dengan benar perjalanan anak tersebut sejak sakit hingga meninggal dunia tentang upaya orang tuanya menyembuhkan anak tersebut.

Lagi-lagi saya mendapatkan jawaban yang cukup menjengkelkan karena kisahnya tidak jauh berbeda dengan yang meninggal terlebih dahulu bahwa tidak pernah dibawa ke puskesmas untuk pengobatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline