Lihat ke Halaman Asli

Jokowi, Api dalam Sekam

Diperbarui: 27 September 2019   21:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Api dalam sekam. Jokowi dalam bahaya. Setiap komponen mulai merasakan ketidakadilan dan kezalimannya. Semua komponen mulai buka suara.

Dari ulama hingga yang mencintainya. Dari mahasiswa hingga SMK. Dari pelaku usaha hingga pegawai. Dari petani hingga buruh. Dari Islam yang dianggap radikal hingga liberalisasi. Semua mulai protes. Ada yang sudah turun ke jalan hingga baru  cuitan di medsos saja. Itulah sekam yang mulai memanas.

Ketika orientasi hanya kekuasaan. Parameternya, menjadi pendukung atau musuh. Bersama atau bertarung. Bergandengan atau ditangkap dipenjarakan. Tak ada ukuran kemanusiaan. Korban kerusuhan tak terhitung. Baik ditembak atau kekerasan. Pemerintah tak merasa bersalah. Yang penting setiap perlawanan dibersihkan dengan kekerasan.

Tim Medis pun jadi korban. Mahasiswa dan pelajar jadi korban. Wartawan dipukuli demi menjaga kerahasiaan. Yang membantu dihukum penjara. Menciptakan ketakutan dengan kekerasan, itulah kata dari mereka yang tidak memiliki narasi solusi besar.

Kekerasan dan ancaman hanya milik yang punya otot tapi tak memberdayakan otak dan nuraninya. Kekerasan dan ancaman hanya milik yang merasa kekuasaannya terancam. Kekerasan dan penjara hanya milik para kepongahan. Semua tak berdaya, semua tak berharga kecuali dirinya dan para penjilatnya.

Utsman bin Affan, membiarkan para pendemo mengepung rumahnya. Utsman menemui mereka di masjid dan berdialog. Para Sahabatnya siap menghunus pedang untuk mengusirnya. Namun Utsman bin Affan melarangnya. Agar jangan menumpahkan darah rakyatnya sendiri. Itulah kelembutan Utsman bin Affan yang dipuji Rasulullah saw.

Di sini korban berjatuhan. Tak ada penyesalan apa lagi minta maaf. Menembak rakyat sudah biasa. Memukul dan menghajar rakyat hingga tulang remuk dan patah sudah biasa, karena nurani sudah hilang dari jiwa penguasa.

Ketika nurani hilang. Rakyat hanya seonggok kepentingan ketika mau pemilu dan pilpres. Setelah itu persetan dengan rakyat. Karena saat ini bukan waktu meraih simpati tetapi merampas pundi-pundi kekayaan untuk pribadi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline