Lihat ke Halaman Asli

Narwan Eska

Pemahat Rupadhatu

Cerpen | Pak RW dan Warung Nasi Goreng

Diperbarui: 7 September 2019   05:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: astyaep.wordpress.com

Masih menggantung dalam pikirannya, saat Kardi berangkat tidur, masih saja kejadian tadi sore di Balai Kampung itu menonjok-nonjok otaknya. Sidang kampung yang digelar anak-anak muda termasuk dirinya, berakhir dengan keputusan yang mentah. “Ah, gara-gara warung nasi goreng itu. Kampung jadi tidak setenang dulu,” umpat Kardi dalam hati.

Memang, sejak di depan pasar itu dibuka warung nasi goreng, hampir setiap malam pertigaan itu jadi lebih ramai. Namun yang digelisahkan warga kampung, bukanlah karena keramaian yang timbul. Tapi lebih pada dampak dari adanya warung yang buka setiap malam hingga pagi.

Bagi warga kampung itu, buka warung sampai pagi merupakan larangan. Ini sudah menjadi peraturan kampung. Tapi mengapa warung nasi goreng itu masih saja buka, bukankah Pak RT dan Pak RW telah mengingatkannya? Apa mereka tuli atau pura-pura tuli?

“Bagaimana Pak RW, tentang teguran untuk warung itu?” tanya Kardi kepada Pak RW yang usianya masih cukup muda.
“Sudah, sudah dua kali kami tegur. Yah, tapi kita maklum Di, namanya saja orang cari rezeki. Mosok dilarang?”
“Bukannya melarang orang cari rejeki Pak RW. Tapi ini masalah peraturan kampung yang harus kita patuhi. Bukankah Pak RW sendiri turut mengesahkan peraturan itu?”

Kardi sebagai ketua pemuda yang terkenal sangat vokal itu tetap saja mendesak agar pemilik warung itu dilarang tinggal di kampungnya. Alasan Kardi dan warga yang lain sangat kuat untuk mengusir pemilik warung itu. Pertama, pemilik warung yang mengaku suami istri itu tidak bisa menujukkan KTP dan surat nikah kepada Pak RT setempat. 

Kedua, pemilik warung itu bukan hanya dua orang, namun beserta seorang anak dan seorang gadis yang menurut pengakuan mereka merupakan adik sang istri. Alasan yang ketiga, ini yang membuat warga gerah, yaitu pemilik warung dan adik perempuannya sama-sama nyambi menjual "yang lain".

***

Sungguh, warga kampung ingin warung nasi goreng itu dibongkar saja, bila bersikeras tak mau pergi meski diusir. Kardi melihat Pak RW bertindak setengah-setengah, bahkan terkesan kurang tegas. Pak RW tidak seperti biasanya yang selalu berada di depan dalam pemberantasan kemaksiatan. Entah itu masalah miras, judi, atau masalah pergaulan remaja yang kelewat batas di kampungnya. Tapi kali ini terlihat tak bergairah.

Kardi mengajak ketua RT di kampungnya juga beberapa pemuda dan tokoh masyarakat mendesak Pak RW untuk memberi ketegasan kepada pemilik warung nasi goreng itu. Setiap malam banyak warga asing yang datang ke warung itu, dari larut malam hingga pagi.

Ada yang mabuk, ada yang tiduran, ada yang ngobrol di teras, ada yang cekikikan di dalam, ada yang asyik meramal togel. Ada pula yang datang dengan kata-kata kotor mengumpat diri sendiri karena tidak nembus angka yang dibelinya. Suasana warung di depan pasar itu benar-benar membuat warga terganggu. Ketenangan kampung kini terusik oleh operasi warung nasi goreng.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline