Lihat ke Halaman Asli

Nurul Mutiara R A

Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Dari Hulu Migas untuk Negeri : Melangkah Optimis Menuju Kedaulatan Energi

Diperbarui: 6 Agustus 2021   22:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : Proxis Surabaya

Tak pernah ada kata terlambat untuk memajukan negeri. Asal ada kemauan melalui usaha yang pasti, menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat energi tentu bisa terealisasi. Salah satunya melalui rencana produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas yang mencapai 12 BSCFD pada tahun 2030.

Andai itu terjadi, bayangkan, berapa banyak industri dari level raksasa hingga mikro yang bakal terus bangkit? Tentu saja tak sedikit. Apalagi 98 persen penopang ekonomi Indonesia adalah sektor UMKM. Jelas, itu berdampak besar bagi pertumbuhan ekonomi melalui pendapatan negara dari sektor migas maupun non migas.

***

Kebutuhan energi akan selalu sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Semakin meningkat jumlah penduduk yang dimiliki suatu negara, semakin naik pula total bauran energi yang dibutuhkan. Bagaimana tidak? Energi merupakan penggerak berbagai aktivitas manusia, mulai dari skala rumah tangga hingga skala industri.

Misalnya saja aktivitas para nelayan. Mereka membutuhkan solar sebagai bahan bakar untuk menggerakkan kapal agar bisa berlayar mencari sumber daya di laut. Seperti cerita nelayan di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Setiap harinya, rata-rata nelayan disana membutuhkan solar 10-20 liter tergantung jenis kapal yang digunakan.

Apabila nelayan tak mendapat pasokan solar yang cukup untuk melaut. Mereka terpaksa harus meliburkan diri atau melaut di sekitar pantai saja demi menghindari kehabisan bahan bakar. Imbasnya, produktivitas mereka menjadi turun. Memang, pemerintah daerah tengah mengupayakan penggantian solar ke gas, tetapi itu belum menyeluruh.

Hingga saat ini, solar merupakan bahan bakar minyak yang masih urgen dibutuhkan untuk menghidupkan kendaraan bermesin diesel seperti kapal, truk, bus, traktor atau mesin kereta api. Tanpa kehadiran bahan bakar tersebut, aktivitas pertanian, logistik, bahari dan transportasi akan terganggu.

Bagi rumah tangga level masyarakat pun demikian. Dari kebutuhan untuk memasak makanan, bisnis rumahan, hingga menghidupkan kendaraan, membutuhkan energi yang cukup, yakni berupa gas (LPG) dan minyak bumi (Pertalite, Pertamax, premium dsb). Dengan demikian, logis rasanya bila kebutuhan energi akan terus meningkat setiap waktu.

Di Indonesia, selain Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai sumber energi yang masih diusahakan, nyatanya minyak dan gas masih memegang peranan kunci. Ya, dalam bauran energi yang ada, minyak dan gas masih mencapai angka lebih dari 54 persen pada tahun 2019. Itu artinya geliat industri hingga rumah tangga masyarakat masih bergantung pada sektor migas.

Sumber gambar : www.indonesia-investments.com

Permasalahannya, produksi minyak dan gas di Indonesia terus menurun tetapi konsumsi keduanya terus meningkat. Untuk minyak, Indonesia masih menggantungkan impor dari negara lain sebesar 600.000 barel demi memenuhi kebutuhan rata-rata 1,4 juta barel per harinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline