Lihat ke Halaman Asli

Mutiara Margaretha Yaletha

makhluk hidup yang menempati sepetak tanah

Mempelajari Filsafat Hukumnya Haram? Ini Kata Buya Yahya

Diperbarui: 15 April 2025   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buya Yahya Ceramah di Channel YouTube Al-Bahjah (Sumber: Pinterest)

Dalam beberapa perbincangan, sering kali muncul tudingan terhadap seseorang yang mempelajari filsafat, seolah-olah ia telah menyimpang dari keyakinan atau bahkan dituduh sebagai ateis. Padahal, tidak sedikit dari mereka yang tetap menjalankan ajaran agama dengan baik, memperlihatkan tanda-tanda sebagai seorang Muslim yang taat. Lalu, benarkah belajar filsafat itu haram?

Apakah benar belajar filsafat itu haram? Jika iya, di mana letak keharamannya? Apakah karena filsafat mengajarkan tentang metafisika, logika, dan teologi yang bersifat rasional dan kritis?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini pernah disampaikan kepada Buya Yahya, seorang ulama yang dikenal luas dan dihormati masyarakat. Penjelasan beliau, yang disampaikan melalui kanal YouTube Al-Bahjah TV, memberikan pandangan yang jernih dan proporsional mengenai posisi filsafat dalam Islam.

Menurut Buya Yahya, filsafat pada dasarnya merupakan ilmu tentang cara berpikir. Ia adalah bagian dari ikhtiar akal manusia dalam memahami realitas dan mencari kebenaran. Maka dari itu, filsafat bukanlah sesuatu yang otomatis berbahaya atau menyesatkan. Namun, seperti pisau yang bisa digunakan untuk memasak atau melukai, filsafat pun bisa membawa kebaikan atau justru menyesatkan---tergantung pada siapa yang menggunakannya dan untuk tujuan apa.

Buya mencontohkan sosok Imam Al-Ghazali, seorang tokoh besar dalam sejarah pemikiran Islam, yang tidak hanya mempelajari filsafat, tetapi juga sangat mahir dalam bidang tersebut. Imam Al-Ghazali menulis karya terkenal Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filosof) sebagai bentuk kritik terhadap pemikiran filsafat yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Yang menarik, kemampuan beliau dalam mengkritik filsafat justru lahir dari pemahaman yang mendalam terhadapnya.

Dari penjelasan ini, terlihat bahwa yang menjadi masalah bukanlah filsafat itu sendiri, melainkan cara mempelajarinya. Jika filsafat dipelajari tanpa bimbingan, tanpa pendalaman terhadap syariat, atau tanpa kerangka iman yang kuat, maka bisa saja seseorang terjerumus dalam pemikiran-pemikiran yang membingungkan atau menyimpang. Namun, jika dipelajari dengan benar, di bawah bimbingan guru yang kompeten, dan dengan tujuan mencari kebenaran serta mendekatkan diri kepada Allah, filsafat bisa menjadi alat bantu yang sangat bermanfaat.

Ilmu logika atau mantiq, yang sering digolongkan dalam kajian filsafat, bahkan sangat penting dalam studi keislaman. Dalam ilmu akidah misalnya, penggunaan logika sangat membantu untuk memahami dalil-dalil dan argumen-argumen yang berkaitan dengan ketuhanan. Oleh karena itu, tidak semua bagian dari filsafat bisa ditolak secara mutlak. Bahkan, sebagian besar pesantren dan lembaga keislaman pun tetap mengajarkan logika dalam kurikulum mereka.

Buya juga mengingatkan bahwa tidak semestinya seseorang langsung dicap sebagai ateis hanya karena ia belajar filsafat. Harus dilihat dulu apa yang ia pelajari, dari siapa ia belajar, dan bagaimana sikap keberagamaannya. Generalisasi seperti itu bukan hanya tidak adil, tetapi juga bisa menimbulkan fitnah dan salah paham di tengah masyarakat.

Pada akhirnya, filsafat tetaplah bagian dari khazanah ilmu yang telah mewarnai sejarah Islam. Tokoh-tokoh besar seperti Imam Al-Ghazali, Ibn Rusyd, dan lain-lain adalah contoh bagaimana umat Islam mampu menguasai filsafat, bukan untuk menjauh dari agama, tetapi justru untuk memperkuat pemahaman dan pembelaan terhadapnya.

Sebagai penutup, Buya menasihatkan bahwa siapa pun yang ingin mempelajari filsafat hendaknya tetap menjadikan syariat sebagai fondasi utama. Filsafat hanya alat bantu, bukan jalan utama. Bila digunakan dengan benar, ia dapat memperluas cakrawala berpikir, menguatkan akidah, dan bahkan menundukkan pemikiran-pemikiran yang menyimpang dengan argumentasi yang kokoh. Namun jika digunakan tanpa landasan yang tepat, maka filsafat bisa menjadi jalan yang membingungkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline