Lihat ke Halaman Asli

Gigih Mulyono

Peminat Musik

Aneka Ragam Nuansa di Jepang, Capter 23

Diperbarui: 25 Agustus 2019   11:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gn Fujiyama. Dokpri

Dalam pengembaraannya, hanya berbekal keyakinan tanpa keterampilan. Hiyoshi beberapa kali mengabdi sebagai pegawai rendahan pada kelompok Ronin, Samurai tanpa tuan. Juga di lingkungan Daimyo berwilayah kecil. Kalau tidak mengabdi di suatu tempat, Hiyoshi menjadi penjual keliling. Menjual jarum jahit.

Suatu saat ketika Hiyoshi mengabdi pada suatu kelompok Ronin. Komandan Ronin mengatakan Hiyoshi tidak pantas di lingkungan ini. Hati dan impiannya terlalu besar untuk berada disini. Komandan Ronin memberikan sekantong koin uang untuk bekal melanjutkan pengembaraan.

Hiyoshi sangat senang dan berterima kasih atas pemberian itu. Hiyoshi meninggalkan kampung Ronin . Suatu tengah malam Hiyoshi sengaja melewati desa kampung halamannya. Mengendap endap mengintip ke dalam rumahnya. 

Melihat ibu dan kakak perempuannya tidur lelap, berwajah lelah dan sedih. Sekantong uang pemberian pimpinan Ronin yang masih utuh itu di lempar ke dalam ruangan. Hiyoshi meninggalkan rumahnya dengan air mata berlinang, sukacita. 

Membayangkan ibunya bangun pagi bergembira  menemukan bungkusan uang itu. Dan mengerti, kalau kantong ini berasal dari Hiyoshi, anaknya.

Dalam perjalanannya, Hiyoshi akhirnya mengabdi kepada Oda Nobunaga. Dengan momen pertemuan yang nekat dan berbahaya.

Hiyoshi bertekat ingin mengabdi kepada Nobunaga, Sang Visioner yang nenginginkan persatuan Jepang. Bagaimanapun caranya. Meskipun hanya seorang gelandangan, dirinya ingin ambil bagian untuk mendukung Visi Nobunaga mengakhiri perang saudara dan membuat Jepang bersatu.

Ketika Nobunaga berderap menunggang Kuda usai latihan militer di suatu sungai. Hiyoshi bersimpuh dan bersujud di tengah jalan menghadang laju Nobunaga. Kuda nyaris melindas tubuh ringkih di tengah jalan. Nobunaga hampir memerintahkan memenggal kepala Hiyoshi. 

Namun mengurungkannya, manakala menatap mata yang dalam. Penuh tekad dan tak kenal takut. Mata itu menyatu dengan kesungguhan gestur dan ucapannya.

Ingin mengabdi dan menyerahkan jiwanya untuk Nobunaga. Nobunaga tertawa geli dan menerima pengabdian Hiyoshi, si Monyet. Sebagai kacung pembawa bakiak.

Omotenashi, melayani sepenuh hati. Itulah yang dipersembahkan Hiyoshi. Meskipun hanya sebagai kacung pembawa sandal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline