Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yusuf Ansori

Mari berkontribusi untuk negeri.

Pentingkah Pilkada buat Kami?

Diperbarui: 5 September 2020   07:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Pikiran Rakyat

Ketika pemilihan kepala daerah hanya sekedar hingar-bingar, saya jadi bertanya-tanya apakah kepentingannya buat saya? Jika desentralisasi dianggap bisa mempercepat pembangunan, lalu kenapa masih banyak kepala daerah yang ogah membelanjakan uangnya demi pembangunan?

Kalau kondisinya seperti ini, saya jadi curiga jika Pilkada hanya sekedar bagi-bagi kekuasaan. Jika para elit tidak kebagian kekuasaan di Ibu Kota maka berkuasa di daerah juga tidak apa.

Saya sangsi desentralisasi di segala bidang tidak bisa mempercepat pembangunan yang diharapkan. Mungkin ini hanya kacamata saya yang kurang pengetahuan. Tetapi, ketika posisi pemerintah pusat hanya sekedar 'pembina' bagi kepala daerah maka seorang Presiden seperti tidak punya taji di hadapan pejabat di daerah.

Desentralisasi bisa jadi hanya sekedar ilusi akan kemajuan daerah yang selama ini diharapkan. Paling kentara di dunia pendidikan, di mana jika ada masalah maka yang disorot adalah Menteri Pendidikan. Padahal, urusan pendidikan adalah tanggungjawab Pemerintah Daerah.

Sebagai orang desa, saya masih merindukan Pemerintahan yang terpusat. Rentang kekuasaan yang luas, bisa diringkas dengan bantuan teknologi. Jika kekhawatiran kelambanan pembangunan karena semua serba terpusat sering terjadi sejak Orde Baru, maka kekhawatiran itu juga terjadi saat ini dengan alasan sebaliknya.

Pemerintah lokal yang "malas" membangun malah menghantui pikiran saya. Jika begitu, seorang Presiden tidak bisa mengkoreksinya dengan tegas apalagi memecatnya. Padahal, kecepatan pembangunan di Abad 21 jelas suatu keniscayaan.

***

Jika pekan ini tahapan Pilkada sudah dimulai, pesimisme malah masuk ke pikiran saya. Banyak calon kepala daerah, yang belum terbukti mencintai daerahnya. Karena, mereka orang Ibu Kota yang kebetulan punya daya tarik suara. Kiprahnya di daerah? Entahlah.

Bagi saya, menjadi penguasa di daerah secara kultural lebih saya pilih karena dia punya kontribusi langsung bagi orang sekitarnya. Bukan karena semata dia bisa mendulang suara.

Ah, saya ingin menyampaikan jika Pilkada ditiadakan saja. Toh, sentralisasi tetap bisa diawasi apalagi di era kecanggihan teknologi. Seorang Gubernur yang tidak bisa bekerja bisa dilaporkan ke Istana Negara. Biar Presiden yang mengurus dia. Tetapi, kalau dengan sistem sekarang kan imbauan Menteri Dalam Negeri pun hanya dianggap 'mencampuri' bukan koreksi.

(Dari berbagai sumber)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline