* M.Helius MST,S.Fil
Nusantara sebutan kepulauan Indonesia adalah negeri yang sangat indah dan sangat kaya Sumber Daya Alamnya. Sayangnya, mengapa rakyat Indonesia masih banyak hidupnya dibawah garis kecukupan bahkan dikategorikan sangat miskin. Hanya satu jawabnya "salah urus".
Mengapa faktor penyebabnya salah urus, jawabnya mereka tidak memiliki kemampuan mengelola negara ini. Budaya asal memilih pemimpin bukan lagi dilihat dari kaca mata filosopi kepemimpinan, melainkan dilihat dari seberapa besar sosok tersebut memiliki kekuatan modal sosial (citra dan popularitas) dan modal ekonomi (kapitalisasi politik).
Kondisi ini diperparah rusaknya rekrutmen politik yang mengharuskan seorang calon terlibat negosisasi transaksi pragmatis yang ikut menyumbang rusaknya tatanan bernegara. Kasus majunya Sandiaga Uno sebagai cawapres misal menuai kontroversi di jagat politik tanah air.
PRODUK KEPEMIMPINAN DAERAH
Faktor penyebab salah urus ini berasimilasi dengan korupsi politik yang menjadi budaya sistem perpolitikan negara ini sehingga menghasilkan produk kolonialis kapitalis yang menyuguhkan rakyat menjadi perbudakan konsumtif. Tradisi tsb berlangsung terus menerus semenjak dibukanya kran reformasi paska tahun 1998 hingga saat ini.
Jangan heran output rekrutmen politik kepemimpinan ikut mempengaruhi suburnya obligasi saham politik atas kebijakan yang diambil. Politik hutang budi misal sebagai alat bergaining position calon terpilih dengan pemegang saham sebagai pihak sponspor atau penyandang dana, atau semisal modal sendiri tidak akan mungkin menghasilkan kualitas kepemimpinan seorang calon terpilih berpihak kepada kepentingan rakyat.
Politik sumbing seperti ini sudah menjadi tradisi menahun dan mengakar kuat sehingga sistem politik transaksi ini menghasilkan kualitas pemimpin asal jadi.
Beberapa variabel turut andil mempengaruhi terbentuknya tradisi politik sehingga menghasilkan pemimpin asal jadi antara lain (1); Pola kepemimpinan yang tidak mengakar kepada orang banyak sehingga rendahnya kepekaan sosial. (2) ; Kemampuan tata kelola Pemerintahan dan Sistem birokrasi yang sangat buruk. (3); Pengelolaan Sumber daya ekonomi dikuasai oligarki dan kleptokrasi. (4); Keadilan sosial belum merata dan terdistribusi dengan baik.
Keempat variabel ini tumbuh subur, sehingga diperlukan keberanian untuk membongkar stagnasi politik yang sudah berurat akar dan menjadi fatsun budaya politik dari para elit maupun orang awam. Tumbuhnya pemikIran misalkan sekelas calon legislatif tingkat kota/kabupaten, untuk terpilih paling tidak diharuskan menyiapkan gizi dengan anggaran 500 juta - 1 Milyar.