Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Andi Firmansyah

TERVERIFIKASI

Mahasiswa Ilmu Politik

Surat untuk Adikku: Ibu Kita Seorang Filsuf

Diperbarui: 31 Desember 2021   19:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang Ibu yang manusiawi akan mendidik anaknya dengan cinta, bukan harapan | Ilustrasi oleh Sue Halliburton via Pixabay

Suatu ketika, Ibu menghampiriku dan berbisik, "Ambil waktumu dan tidurlah." Kala itu sekitar pukul 10 malam dan aku masih berputar-putar dengan lembaran kertas di sekelilingku yang berantakan.

Mulanya aku berpikir bahwa ucapan semacam itu hanyalah petuah biasa. Maksudku, semua ibu di dunia ini pernah mengucapkan perihal itu sebagai bentuk perhatian terhadap kesehatan anaknya.

Itulah mengapa aku jarang sekali menuruti nasihat tersebut. Alih-alih menikmati ranjang yang empuk, aku lebih suka berlarut-larut dengan tugas kuliahku dan membaca beberapa buku yang kiranya menarik perhatianku.

Malam berikutnya, Ibu kembali berbisik dengan petuah yang sama, "Ambil waktumu dan tidurlah." Aku sama sekali tidak marah, tetapi aku balik berpesan, "Mohon berhenti untuk memberitahuku tentang sesuatu yang sudah kuketahui dengan benar."

Dia tersenyum lembut dan hanya membelai rambutku yang panjang sembari berdiri tegak di belakangku.

"Orang bilang, buah apel jatuh tidak jauh dari pohonnya," ucapnya, "Ibu juga mengalami masa muda sepertimu, dan karenanya Ibu ingin kamu belajar lebih cepat dari penyesalan yang Ibu alami."

"Ibu bisa bercerita padaku besok pagi ketika sarapan," kataku. "Sekarang aku benar-benar sibuk dan membutuhkan konsentrasi. Aku janji akan segera pergi tidur setelah menyelesaikan tugas kuliahku."

Tanpa sepatah kata pun, dia pergi menuju pintu kamar tepat setelah mencium ubun-ubunku. Tidak ada rasa bersalah dalam diriku; begitu pun Ibu yang sangat kuyakini memahamiku, toh dia pun mengatakannya padaku bahwa dia pernah mengalami masa muda sepertiku.

(Dan ngomong-ngomong, Ibu tidak bercerita apa pun ketika tiba waktunya sarapan. Aku hanya mengira bahwa Ibu tidak mengingat perkataanku, atau memang sengaja tidak diceritakan setelah dipertimbangkan secara matang.)

Tetapi berhari-hari kemudian, Ibu datang kembali di waktu yang persis dan petuah yang sama. Terus terang, saat itu aku mulai merasa kesal pada Ibu karena selalu mengganggu dengan membisikkan sesuatu yang kuketahui dengan benar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline