Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Andi Firmansyah

TERVERIFIKASI

Mahasiswa Ilmu Politik

Seni Mengkritik Diri Sendiri: Mengapa Penting dan Bagaimana Caranya

Diperbarui: 16 Juli 2021   21:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cara bercermin yang paling indah adalah dengan mengkritik diri sendiri | Ilustrasi oleh Alexandr Ivanov via Pixabay

Disadari ataupun tidak, kita semua gemar mengkritik orang lain bagaikan seekor singa yang rindu pada makanannya. Entah karena naluri untuk mengangkat derajat diri sendiri atau kebiasaan, kita melakukannya. 

Tapi bagaimana jika itu menjadi umpan balik pada diri kita sendiri?

Ketika kita gagal dalam sesuatu yang penting bagi kita, itu bisa terasa sangat menyakitkan. Pengalaman-pengalaman ini dapat mengancam inti dari pendefinisian siapa kita dan siapa yang kita inginkan.

Masalah dari tragedi kegagalan adalah kecenderungan mayoritas orang untuk menghindarinya.

Mereka pun beralih ke strategi perlindungan diri dengan merasionalisasi apa yang terjadi sehingga menempatkan mereka dalam cahaya yang lebih positif, menyalahkan orang lain, dan mengabaikan betapa pentingnya pengalaman tersebut.

Strategi semacam ini, tidak pelik lagi, membuat kita merasa lebih baik tentang diri kita sendiri dalam jangka pendek. Tetapi kerugian terbesarnya baru akan terasa ketika kita tidak dapat meningkatkan kewaspadaan kita atau menghindari pengulangan kesalahan kita di masa depan.

Kita tidak mempelajarinya.

Manusia adalah makhluk yang ulung untuk mencari pembenaran atas kesalahannya sendiri. Inilah yang membuat pengucapan maaf terasa sangat berat, bahkan beberapa dari kita tidak ingin mengucapkannya sama sekali dan tertelan oleh gengsi.

Masuk akal: jika Anda sudah merasa hebat, Anda akan merasa tidak perlu berusaha keras untuk memperbaiki diri sendiri. Dan melihat diri sendiri secara jujur, tentu saja, lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

Menghadapi iblis yang bersemayam di batin kita sendiri dapat membuat kita kewalahan dan berakhir dengan putus asa. Masing-masing orang punya tekad kuat untuk mengambil tanggung jawab yang dikaitkan dengan heroisme, tetapi beberapa dari mereka, pada akhirnya, menyesalinya.

Di era yang sibuk ini, sebaiknya tidak boleh ada penundaan lagi bagi kita untuk berani mengkritik diri sendiri. Kini orang-orang hanya menggunakan cermin sebagai sarana menilai penampilan. Danau mulai keruh. Awan-awan berpolusi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline