Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Orang Batak dan Ikan Batak

Diperbarui: 14 November 2016   09:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ikan Batak asli, Neolissochilus thienemanni (fishbase.org)

 Apakah ikan punya etnis sehingga ada “ikan Batak”?  Tentu saja tidak. Itu adalah jenis ikan “spesial” Tanah Batak. Spesial dalam arti endemik Tanah Batak dan punya fungsi khusus dalam kehidupan sosial orang Batak (Toba).  

Nanti akan saya ceritakan lebih lanjut soal keistimewaan ikan Batak itu. Sekarang kita berkenalan dengan “ikan Batak”-nya dulu.

“Ikan Batak”  adalah jenis ikan endemik Danau Toba dan sungai-sungai yang bermuara ke sana. Nama Latinnya Neolissochilus thienemanni (Ahl., 1933) dari family Cyprinidae. Masih satu keluarga dengan ikan semah (Tor spp.) yang secara  lokal disebut “dengke” (ikan) jurung-jurung (Batak) atau kancra (Sunda) atau tambra (Jawa). Juga sekeluarga dengan ikan mas (Cyprinus carpio).

“Ikan Batak” asli, yaitu Neolissochilus thienemanni, kini sudah tergolong  langka. World Conservation Monitoring Centre tahun 1996 melaporkan keberadaan  jenis ikan ini berstatus rawan punah (vulnerable), tiga tingkatan di bawah punah dari bumi (EW, Extinc in the World) (Lihat:  Red List Status of Threatened Species, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources, 1996). 

Sedikitnya ada dua penyebab utama kelangkaan ikan Batak itu. Pertama, penangkapan berlebih (over-fishing), terkait nilai tinggi ikan ini dalam kehidupan sosial (adat) masyarakat Batak. Nilai komersilnya tak masuk akal, bisa mencapai  Rp 300,000 per ekor. Sementara pembudidayaannya   belum dapat dilakukan, karena sulitnya meniru habitat asli ikan ini yaitu air sungai jernih (bersih) yang mengalir deras dari pegunungan atau di dasar danau pada suhu 20-25 derajad Celcius.

Kedua, kerusakan habitatnya akibat polusi sehingga perkembang-biakannya tersendat. Polusi  sungai dan danau habitatnya terjadi akibat pembuangan limbah dan penebangan hutan di daerah hulu. Ikan ini hanya bisa hidup dan berkembang biak di perairan yang jernih dan berarus deras.

Nilai penting ikan Batak dalam masyarakat Batak tercermin dari nama “ihan” yang disematkan padanya. “Ihan” adalah ikan Batak. Ikan lainnya disebut “dengke” (ikan), seperti “dengke” jurung-jurung,  (mu)jair, mas, pora-pora (bilis), sibahut (lele), dan haruting (gabus).

Ikan Batak bernilai tinggi karena memiliki fungsi sosial tinggi dalam masyarakat Batak. Secara sosiologis, jenis ikan ini dulu diposisikan   sebagai “makanan raja-raja”. Maksudnya “raja huta” dalam konteks struktur “huta” (kampung) dan “bius” (kelompok huta), atau “hula-hula” (bride giver) dalam konteks struktur kekerabatan Batak.

Dalam adat Batak, ikan ini  diposisikan sebagai sajian utama “upa-upa” (upacara doa mohon berkat). Upacara “upa-upa” dilakukan oleh “hula-hula” terhadap “boru”-nya (bride taker), sebagai doa kepada “Mulajadi Na Bolon” (Awalmula yang Besar), sebutan Batak untuk Tuhan (sekarang), agar “boru” dilimpahi berkah karunia dalam hidupnya. Tentu saja ikan yang disajikan sudah dimasak “arsik”, khas masakan Batak.

Upacara “upa-upa” itu lazim dilakukan dalam rangka adat perkawinan Batak. Saat “hula-hula” memberikan “ihan”, disertai doa mohon berkat, para anggota “boru” akan merubung “pinggan” (wadah ikan) sambil menyentuhnya agar terkena aliran berkat (lewat media “ihan”). Berkah yang diharap adalah “hamoraon, hagabeon, hasangapon” (kekayaan, keturunan, kemuliaan).

Tapi tidak hanya dalam upacara adat perkawinan, “upa-upa” juga lazim dilalukan “hula-hula” pada “boru”-nya  yang baru luput dari musibah, seperti bencana, kecelakaan, dan kejahatan. Tujuannya untuk mengembalikan roh (“paulak tondi”), atau memulihkan semangat hidup dari korban tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline