Lihat ke Halaman Asli

M Zein Rahmatullah

Jurnalis di Kompas Group

Dugaan Penyiksaan di Papua: Mengapa Pendekatan Humanis Penting?

Diperbarui: 31 Maret 2024   00:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://jubi.id

DI tengah-tengah keindahan alam Papua yang memukau, tersembunyi cerita-cerita yang penuh dengan konflik dan pergulatan hak asasi manusia. Salah satu isu terkini adalah dugaan tindakan penyiksaan oleh seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) terhadap warga Papua yang diduga merupakan kelompok kriminal bersenjata (KKB). Insiden ini memicu perdebatan di masyarakat, mengingat kompleksitas yang melingkupi konteks sosial-politik di Papua.

Untuk memahami isu ini, kita perlu menggunakan pendekatan multidimensi yang melibatkan berbagai perspektif. Pertama, dari sudut pandang hukum dan hak asasi manusia, mengingat tudingan yang dilontarkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terhadap tindakan tersebut. Kedua, pertimbangan konteks keamanan regional, di mana insiden ini tidak terlepas dari serangkaian kejadian sebelumnya, termasuk kematian dua anggota polisi yang diduga dibunuh oleh KKB. Ketiga, perspektif masyarakat Papua, yang hidup dalam bayang-bayang konflik yang berkepanjangan.

Kejadian dugaan penyiksaan yang terjadi di Papua telah menarik perhatian publik dan media. Menurut laporan Tirto.id, korban penyiksaan di Papua adalah bagian dari kelompok bersenjata dan terlibat dalam pengrusakan puskesmas bersama dua orang rekannya. Insiden ini terjadi di Ilaga, Puncak, Papua Tengah, dan video kekerasan yang dilakukan oleh oknum prajurit TNI menjadi viral di media sosial (Media Indonesia, 23 Maret 2024).

Komnas HAM menyesalkan terjadinya penyiksaan yang diduga dilakukan oleh prajurit TNI terhadap masyarakat sipil di Papua. Video yang beredar memperlihatkan aksi penyayatan yang dilakukan prajurit TNI ke punggung warga sipil yang sedang direndam di dalam sebuah drum (Kompas, 22 Maret 2024). 

Pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, termasuk penyiksaan, pembunuhan, dan perlakuan tidak manusiawi, telah menyuburkan bentuk pelanggaran HAM yang buruk hingga saat ini. Meski Presiden Joko Widodo telah memberikan pengampunan terhadap lima tahanan politik pada Mei 2015 (KontraS, September 2018), namun kasus-kasus pelanggaran HAM terus terjadi. PBHI menyebut penggunaan pendekatan sekuritisasi untuk pengamanan Papua hanya justifikasi dari berbagai tindakan represif dan perampasan hak asasi warga Papua (Media Indonesia, 27 Maret 2024).

Masyarakat sipil dan berbagai lembaga HAM telah mengecam keras praktik penyiksaan yang dilakukan oleh prajurit TNI terhadap warga Papua. Organisasi masyarakat sipil menilai tindakan aparat itu dapat dikategorikan sebagai pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing) bila korban meninggal (Tempo, 26 Maret 2024). Komnas HAM mengedepankan dialog damai sebagai strategi utama untuk penyelesaian kasus kekerasan, sekaligus pembuka jalan untuk isu-isu pelanggaran HAM.

Pemerintah telah menunjukkan respons terhadap kasus penyiksaan yang terjadi di Papua. Para pegiat hak asasi manusia di Papua telah menyurati Presiden Joko Widodo, meminta pemerintah untuk mengusut kasus penyiksaan tersebut. Mabes TNI sudah mengirimkan tim penyelidikan internal untuk pengusutan (Republika, 25 Maret 2024).

Pangdam XVII/Cendrawasih, Mayjen TNI Izak Pangemanan, menegaskan bahwa masalah Kelompok Kriminal Bersenjata/Kelompok Separatis dan Teroris (KKB/KST) akan diselesaikan dengan cara yang benar dan sesuai prosedur. Beliau menyayangkan adanya kasus tindak kekerasan dan menegaskan bahwa TNI tidak membenarkan aksi tersebut (Antara, 26 Maret 2024).

Komnas HAM telah menyoroti video viral yang memperlihatkan oknum TNI yang diduga menyiksa warga sipil di Papua. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menyatakan bahwa penggunaan kekerasan tidak dapat dibenarkan dan menegaskan kembali larangan praktik-praktik penyiksaan. Komnas HAM juga mendorong pemerintah untuk memperbaiki strategi pendekatan keamanan di Papua (Kompas, 23 Maret 2024).

Papua, dengan lanskap unik dan kompleksnya, menghadapi tantangan keamanan berlapis. Situasi di Papua identik dengan ketidakstabilan tinggi, terutama karena aksi KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) yang merugikan. Konflik ini menyebabkan kerusuhan, pelanggaran hak asasi manusia, rasisme, dan kesenjangan sosial-ekonomi. Solusi yang berkelanjutan memerlukan pendekatan holistik dan inklusif. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline