Lihat ke Halaman Asli

Moerni Tanjung

founder of https://moerni.id

Rasuna Raya

Diperbarui: 14 September 2022   18:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rasuna Said. Foto: Website of The Ministry of Education and Culture - kebudayaan.kemdikbud.go.id via Wikipedia

Sebuah karikatur perempuan muncul di Google Doodle hari ini. Perempuan itu adalah Rasuna Said. Namanya begitu terkenal. Di pakai jadi nama jalan di Jakarta. HR Rasuna Said. Sama seperti di Padang dan Payakumbuh.

Rasuna Said adalah salah satu sosok penting di balik kemerdekaan Indonesia. Saking pentingnya, Google memberi apresiasi. Mengingatnya. Lewat Doodlenya. Dan mengucapkan Ulang Tahun ke 112 untuknya. Lalu bagaimana dengan kita? Ada yang mengenalnya?

Rasuna Said adalah satu dari sembilan perempuan yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Ia sejajar dengan Kartini. Sama-sama punya rekam jejak panjang dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

Perjuangan Rasuna pantang menyerah. Tak kenal lelah. Ia berjuang dengan apapun yang dimiliki. Termasuk keluarga dan dirinya sendiri.

Rasuna lahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat. 14 September 1920. Saat itu masih disebut Hindia Belanda-belum Indonesia. Nama ayahnya adalah Haji Muhammad Said. Seorang saudar Minangkabau. Layaknya orang Padang, Rasuna punya gelar. Gelarnya Rangkayo. Sebuah gelar adat bagi orang yang berakhlak mulai dan kaya raya.

Keluarganya tergolong Islam yang taat. Karenanya pada waktu itu Rasuna disekolahkan ke sekolah agama. Bukan sekolah sekuler. Ia kemudian pindah ke Padang Panjang. Bersekolah di sana. Sekolahnya bernama Diniyah School. Sekolah yang menggabungkan pelajaran agama dan pelajaran khusus.

Setelah tamat sekolah dasar (SD), Rasuna dikirim ke Pesantre Ar-Rasyidiyah. Lalu melanjutkan sekolah ke Diniyah Putri Padang Panjang. Di sana ia bertemu Rahmah El Yunusiyyah. Yang jadi rekan seperjuangan.

Ia pandai. Lagi pemberani. Pendidikan tak hanya membuatnya pintar. Tapi juga berwawasan. Ia tak mau hanya dirinya yang bisa mengenyam pendidikan. Ia mau perempuan lain juga mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang sama seperti dirinya. Pendidikan yang di zaman itu-sangat "mahal harganya" bagi seorang perempuan.

Kecintaannya kepada pendidikan mendorongnya menjadi seorang guru. Ia bercita-cita mengabdi dengan ilmu yang dimiliki. Tapi Rasuna punya cinta lain. Cinta politik. Cinta kemerdekaan. Untuk bangsa ini.

Lantas ia pun menyelipkan pendidikan politik di tempatnya mengajar. Tapi pihak sekolah tak setuju. Rasunapun berbeda pendapat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline