Lihat ke Halaman Asli

KANG NASIR

TERVERIFIKASI

petualang

Nyenyore Ramadan: Berburu Apem di Bumi Kerajaan Salakanagara Mandalawangi, Banten

Diperbarui: 12 Juni 2017   01:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penjual Apem Mandalawangi dan Petugas Markas Arik Sarikam menyisir membeli Apem, dok. Pribadi

Setelah kakurilingan di sekitar alun-alun Menes -Banten, melihat lihat cagar budaya Gedung ex Tangsi Belanda dan Gedung ex Kawedanan di bumi “Kamonesan”, acara selanjutnya berburu yakni Apem Putih. Secara umum, apem putih dijual di mana-mana jika Ramadhon tiba sebagai makanan untuk berbuka puasa khas Banten. Namun yang paling terkenal baik rasa maupun teksturnya hanya ada di dua tempat yakni Apem Batu Bantar dan Apem Mandalawangi, keduanya masih di wilayah Kabupaten Pandeglang.

Jika ingin membeli Apem Batu Bantar, maka rute yang harus ditempuh dari Menes adalah melalui jalan alteri yang biasa digunakan untuk jalur umum yakni melalui Menes - Saketi - Pandeglang. Tapi saat itu disepakati perburuan adalah Apem Mandalawangi, dengan demikian rute yang harus ditempuh adalah Menes - Jiput Mandalawangi - Pandeglang dengan perkiraan waktu perjalanan kurang lebih 50 menit untuk sampai ke sasaran (Mandalawangi) karena jalannya kecil naik membelah dua gunung yakni Gunung Karang dan Gunung Pulosari.

Jalan Menes Mandalawangi berhadapan dengan Gunung Karang dikelilingi rimbunnya pepohonan. dok. pribadi

Sepanjang perjalanan, kita disuguhi pemandangan elok lagi permai, eksotis, ciri has daerah pegunungan yakni gemerciknya air di pematang, pepohonan yang rindang, areal pertanian rakyat yang dihiasi kuning emas tanaman padi dan tanaman lain seperti kacang panjang, melon dan timun suri.

Salah satu sisi jalan Menes Mandalawangi, hamparan padi yang menguning dibawah kaki Gunung Pulosari, dokumen pribadi

Mandalawangi, sebuah daerah yang berada di antara Gunung Karang dan Gunung Pulosari, bukan hanya sekedar nama, tetapi punya sejarah panjang tentang peradaban manusia dan perkembangan Kerajaan di Banten baik sebelum Islam (Banten Girang) maupun sesudah Islam (Kesultanan Banten). Menurut beberapa catatan sejarah yang dibuktikan dengan hasil penemuan benda purbakala, Mandalawangi atau tepatnya posisi Gunung Pulosari sejak abad 10 sudah didiami penduduk bahkan bisa jadi sebagai pusat penyebaran agama Hindu kerajaan Salakanegara.

Situs Cihunjuran, peninggalan Kerajaan Salakanagara Banten, dok. Widhi Singkong.

Hingga saat ini masih ada sisa-sisa peninggalan kerajaan tersebut berupa adanya situs yang terkenal yakni Situs Cihunjuran di mana terdapat peninggalan berupa batu Menhir dan kolam pemandian. Adapun penemuan lainnya berupa arca arca yang ditemukan pasca meletusnya Gunung Krakatau 1883 dan kini tersimpan di Musium Nasional Jakarta.

Arca peninggalan Kerajaan Salakanagara, foto diambil dari Buku

Tak terasa, setelah 50 menit menikmati perjalanan, tiba di sasaran. Para penjual apem putih berjejer disepanjang Jalan Mandalawangi. Rata rata penjualnya adalah ibu-ibu. Harganya tergolong sangat murah untuk ukuran penikmat apem, satu bungkus hanya dihargai 10 ribu perak, jika ditambah dengan kince yakni sejenis sirup terbuat dari gula aren untuk “nyocor” apem, dibanderol 15 ribu rupiah. Bukan hanya apem yang dijual di situ, tapi juga kuwe khas Banten lain seperti jejorong.

Tampilan Apem has Banten, foto, ananda dhira

Untuk mengamalkan Pancasila yang disebut “Keadilan Sosial” dan mengharap pahala dari Allah, berbagi rejeki kepada para penjual, gerombolan membeli hanya satu bungkus pada tiap-tiap penjual, hingga 10 ibu ibu penjual apem kebagian rejeki.

Banyak penikmat apem putih yang berburu ke Mandalawangi atau ke Batu Bantar karena beda rasa beda kenikmatan dengan apem yang biasa dijual di pasaran, Apem Batu Bantar dan Mandalawngi teksturnya lembut dan empuk, yang membedakan antara apem Batu Bantar dengan Mandalawangi hanyalah penampilannya. Apem Batu Bantar biasanya dicetak tipis, tapi jika Mandalawangi cetakannya agak tebal, soal rasa sama saja.

Jadi meski tekor secara ekonomis karena banyak mengeluarkan biaya bensin dan waktu, para penikmat cenderung berburu langsung ke tempat sambil “nyenyore” alias ngabuburit ala Cilegon karena kenikmatan memang mahal harganya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline