Lihat ke Halaman Asli

Malam Tanpa Nama

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bintang pekat berbalut gelap

Bulan pudar mencair kelam

‘mai – mai’ berlari riang

Hening tanpa suara

Ngengat gelap berpesta pora

Mengajak kumbang beradu gigi

Peluh mengucur dalam diam

Lelaki – lelaki berkulit gelap

Bang - bung – bong

Seng – seng pun terkoyak

Bak – bik – buk

Sepatu – sepatu lars beradu tulang

Dingin!

Kelam!

Gelap!

Perih!

Sakit!

Urine mengambang dalam tenggorokan,

Dingin menusuk tulang badan – badan telanjang

Darah menetes tanpa henti

Tubuh – tubuh gelap kesakitan.

Plak – plek – plok

Wajah gelap berlukis tangan

Bak – bik - buk

Lenguh kesakitan bercampur darah

Langit Ifaar berselimutkan ‘paniki’,

‘Paniki – paniki’ pengisap darah!

Bumi Ifaar bermandi keringat,

Keringat – keringat bercampur darah!

Tubuh – tubuh gelap

Terseret, terpukul, terinjak, tertendang.

Tubuh – tubuh gelap

Tercabik, terampas, tertindas, terjerembab.

Kekupu telah pergi.

Laron – laron berpesta.

‘Soa – soa’ telah pergi,

Cicak rumah bertepuk dada.

Malam tanpa nama

Malam tanpa suara

Bentara jiwa tak lagi menjadi raja

Tenggelam di relung – relung gunung Ifaar

Saudara berganti nama menjadi musuh

Sahabat berganti rupa menjadi begundal

Kawan berganti wujud menjadi ‘bromocorah’

Nafas di dada pun berkhianat!

Malam tanpa nama

Malam tanpa suara

Malam panjang tanpa kata

Malam panjang penuh darah.

Masihkah diingat oleh anak cucu?

Entahlah!

Aku tak tahu.

(Canberra, 14 Juni 2010; terinspirasi oleh Peristiwa Desember 1962 di Ifaar)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline