Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Bila Memang Ada Taifun dan Hujan Berbisa

Diperbarui: 28 April 2019   09:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Bukalah jendela itu sayang. Setidaknya kita bisa mendengar jika taifun datang. Sehingga kita tidak terjebak di pinggiran matanya yang meradang.

Kita terlalu lama menyendiri. Menutup diri, menyembunyikan hati. Kita lupa cara berteriak sampai serak. Menyingkirkan kerak yang membuat otak kita retak.

Tanamlah apa saja di halaman sayang. Paling tidak kita bisa melihat hujan tak langsung menghunjam. Sehingga kita tak sampai berduka menyaksikan tanah-tanah yang lebam.

Kita terlalu lama memusuhi keramaian. Menyandera keinginan untuk pergi ke pasar, menawan diri sendiri dalam sangkar yang terbuat dari perbuatan makar. Kita berdua adalah mahar dari sebuah kisah percintaan yang gusar.

Semestinya kita menggaris langit dengan ketajaman harapan. Bukannya tenggelam dalam asa yang berantakan. Kita selalu ingat akan sepi. Tapi kita lupa untuk segera melarikan diri.

Jadi mungkin lebih baik begini saja. Kita buka jendela, bertanam apa saja, lalu memulai perjalanan bersama.

Bila ada taifun di muka, hujan merintikkan bisa, dan kegaduhan mencengkeram mata, kita tetap berjalan seperti biasa. Tak ada perihal istimewa jika kita lantas menyerah begitu saja.

Bukan begitu dinda?

Tanjung Redep, 28 April 2019  




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline