Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Cerita dari Pinggiran Danau, Pantai dan Kali

Diperbarui: 21 April 2017   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ini ada cerita...

Tentang tubuh pantai, danau dan kali yang terluka. Sebab terkena amukan angkara makhluk termulia di dunia.

Pinggangnya tercabik oleh cangkul dan mesin. Bahunya terkupas oleh digger-hole dan siraman bensin.  Jiwanya yang dipersembahkan untuk memberi dingin pada tanah yang retak, direnggut dengan paksa.

Hatinya yang diikhlaskan untuk memberi sejuk pada bumi yang luluh lantak, dirudapeksa dengan semena mena.

Tangisan mereka terdengar dari sini. Tangisan yang lebih menyayat dari lolongan serigala di malam hari. Tangisan yang tak lagi berair mata. Karena tak ada lagi airmata yang tersisa. Jikapun ada, maka airmata itu sekeruh lumpur berwarna coklat tua. Jikapun masih ada yang sejernih aqua, maka tak lebih seribu depa jarak dari hulu-nya.

Hentikan itu tangisan yang mendirikan bulu roma! Hentikan sebelum murka mereka merajalela!

Karena murka mereka tak mungkin bisa ditangani manusia. Karena amarah mereka lebih dahsyat dari sekedar dendam semata.

Murka mereka adalah gulungan air bah! Amarah mereka adalah banjir yang membawa wabah!

Putus asa mereka adalah bencana. Kesedihan mereka adalah malapetaka.

Tundukkan kepala, sarehkan hati. Balut luka di tubuh mereka yang semakin menjadi. Bangkitkan senyum mereka dengan menyemai bambu atau mahoni. 

Bangunkan rasa cinta mereka dengan tak lagi melukai pinggiran pantai, danau dan kali.

Dan bumi akan kembali menyapa sehangat pelukan matahari pagi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline