Lihat ke Halaman Asli

Kesepian adalah Kekuatan Part 2

Diperbarui: 22 Oktober 2019   15:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            Sudah kuduga aku tidak dapat menahan masa -- masa tenangku hari ini lebih lama. Mereka mulai mendekatiku. Aku hanya berharap aku tidak akan terluka parah hari ini karna aku bingung harus memberikan alasan apalagi kepada orang tuaku kalau aku pulang dalam kondisi banyak luka dan lebam -- lebam di sekujur badanku.

            "Lagi ngapain?" kata dicky yang merupakan ketua geng mereka.

Aku tidak menjawabnya. Aku hanya diam dan menikmati makanan dan minuman yang kubeli seolah -- olah tidak ada siapapun disekitarku. Ternyata itu malah membuat mereka semakin marah. Salah satu dari mereka mendekatiku dan memukul kepalaku dari samping. Aku hanya dapat menahannya dan berusaha agar tidak jatuh karena aku tau itu bakal makin merugikan bagiku dengan situasi begini. Dia mulai menarikku dari tempat dudukku dan hampir membuatku terpeleset. Aku berdiri dihadapan mereka. Menatap mereka dengan pandangan kosong.

            "Apa kamu tau siapa yang kamu ganggu tadi?" kata Dicky.

            "Ancilla." jawabku.

            "Apa kamu tau dia siapa?"

            "Anak kelas unggulan yang kelasnya disamping kelas kita."

            "Benar."

Dicky mulai mendekatiku dan mulai memukulku tepat di perut. Teman -- temannya mulai melakukan hal yang sama padaku. Mereka memukulku berulang lagi sampai aku benar -- benar babak belur. Tidak sampai disitu, mereka juga menendangku dan berusaha mengoyak seragam sekolahku. Badanku mulai bergerak mundur dan kakiku hampir tidak dapat menahan berat badanku tetapi aku senang tidak sampai terjatuh ke tanah. Mereka menertawakanku.

            "Kuat juga kamu sekarang."

Mereka mulai lagi memukuliku dan aku tidak tau tangan siapa dan kaki siapa yang bakal aku tepis untuk mengurangi jumlah pukulan dan tendangan yang mengarah ke badanku. Mereka masih memukuliku sekuat tenaga mereka dengan cara membabi buta. Mereka sangat senang dan sepertinya juga sangat ahli dalam membuat orang lain merasakan penderitaan. Akhirnya, aku terjatuh. Aku tidak dapat lagi menahan berat badanku yang sudah banyak menerima pukulan dan tendangan. Aku meringis kesakitan. Mereka tertawa semakin kuat tanpa memperdulikan diriku. Orang -- orang disekitarku juga sepertinya menikmati pertunjukan yang barusan. Aku memegang perutku. Sakit sekali rasanya. Tetapi aku seperti merasakan kalau luka yang kurasakan dan rasa sakit yang kuterima seperti terobati. Aku teringat senyumannya. Genggaman tanggannya. Ya. Ancilla. Entah kenapa aku tersenyum secara tiba -- tiba.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline