Lihat ke Halaman Asli

Michelle Boudewijn

Diperbarui: 4 April 2017   18:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lama Michael berdiri berteduh di emperan toko kawasan Nonongan, Solo, menunggu hujan reda. Tiga jam berlalu seperti tak ada tanda-tanda hujan akan jeda barang sebentar. Rinainya lembut terbawa angin menembus pori-pori, bersama dingin menyergap sekujur tubuhnya. Lagi-lagi ia harus mengusir dingin dengan rokok yang tinggal beberapa batang. Ia hisap dalam-dalam demi menghangatkan tubuh kurusnya. Satu. Dua. Tiga. Sampai hisapan rokok terakhir, hujan baru tampak menepi perlahan menyisakan gerimis yang angkuh.

Beberapa saat setelah benar-benar reda, Michael segera menghampiri motornya di tempat parkir dan bergegas tancap gas menuju bilangan Solo Baru, tepatnya  The Park Mall, di mana ia berjanji hendak nonton film menemani kekasihnya, Risna. Sayang, sampai di tujuan rupanya Risna sudah tidak menampakkan batang hidungnya. Di lobi, bahkan di antara antrian penonton yang berjubel beli tiket juga tak kelihatan.

“ Uh”, keluh Michael sambil membanting tubuhnya di salah satu sofa  yang agak lengang ditinggal pengunjung antri membeli karcis. Ia diam sejenak sambil duduk bermalas-malas dan berharap Risna masih ada di mall itu.

“ Cari siapa?” Tiba-tiba Michael dikagetkan oleh pertanyaan seseorang di dekatnya. Seorang perempuan berusia sekitar 40an tahun. Cukup cantik, meski ada yang aneh dari perempuan itu. Raut wajahnya yang putih pucat, seakan menanggung beban yang teramat sangat. Tidak hanya malam ini saja perempuan itu muncul dan terlihat olehnya. Tapi hampir setiap ia bertandang ke bioskop, perempuan itu selalu ada di antara kerumunan penikmat film yang lain. Dan seperti biasa, ia sendirian. Tak ada seorang pun menemaninya.

“ Cari temen. Barangkali udah pulang. Tadi janjian mau nonton bareng”, jawab Michael sembari menoleh ke kanan-kiri, berharap Risna masih berada di lobi bioskop yang terletak di kawasan pusat bisnis Solo Baru itu.

“ Anda sendiri nunggu siapa?”, tanya Michael kemudian, sambil sedikit menoleh memperhatikan perempuan itu.

Tak ada jawaban. Perempuan itu balik menatapnya dan meninggalkan senyum seraya beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Michael menuju antrean penonton hendak membeli tiket. Aneh. Mengapa perempuan itu selalu terlihat olehnya? Dan malam ini, keanehannya bertambah saat tiba-tiba menegur. Walau hanya perbincangan singkat, pertanyaan perempuan barusan memancing Michael untuk mencari tahu , siapa sebenarnya orang itu? Mengapa di setiap pertunjukan film nasional perempuan itu tak pernah ketinggalan?

Michael akhirnya harus menunda keinginannya menyaksikan film berjudul Bukaan 8 itu. Malam itu tiketnya sold out, hingga banyak yang kecewa dan terpaksa pulang. Ia sendiri tetap tak beranjak. Dan perempuan tadi tak lagi tampak olehnya. Mungkin sudah masuk. Atau? Michael menjadi semakin penasaran. Makanya ia memutuskan menunggu sampai pertunjukan film berakhir dan berharap dapat menemui perempuan misterius itu.

Biar tak suntuk menunggu , Michael coba menghubungi Risna, yang mungkin  sudah berada di rumah. Belum sampai memencet tombol nomer telpon, terdengar dering nada pesan masuk ponselnya. Dari Risna:

“ Mas sekarang sudah di mall ? Sori ya,  aku pulang. Aku nggak mungkin nunggu terlalu lama. Ini tidak sekali dua kali, mas! Nggak usah dibalas!”

“Hemm.” Michael menghela napas sambil merebahkan tubuhnya di sofa. Rupanya ia benar-benar marah kali ini. Sebenarnya Michael ingin balas pesan itu. Tapi demi menjaga perasaannya, ia ikuti saja maunya. Toh dua tiga minggu mereka biasanya udah baikan kembali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline