Lihat ke Halaman Asli

Mario F. Cole Putra

Bukan Siapa-siapa

Peribahasa Orang Manggarai untuk Perdamaian

Diperbarui: 12 Juni 2021   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: radarflores.com

Dunia kita hari-hari ini sedang dalam kondisi yang carut marut. Di mana-mana terjadi pertikaian. Peperangan sangat sulit untuk dihentikan. Situasi geopolitik antara negara yang cenderung tidak stabil memaksa mereka untuk bersaing satu sama lain sembari membuat negara lain tersiksa.

Di negara kita sendiri, Indonesia, juga tidak ketinggalan carut marutnya. Konflik antar agama sulit dibendung. Kasus pembunuhan, tawuran, saling hojat antar daerah, merupakan segelintir noda kotor yang saat ini kita saksikan di mana-mana.

Kasus-kasus itu memperlihatkan bagaimana perdamaian itu amat sulit untuk diwujudkan. Memang, dalam kehidupan bersama gesekan-gesekan tidak dapat kita hindarkan. Selalu saja ada sesuatu yang memantik api dalam kehidupan bersama.

Kendati demikian, dalam hidup bersama, perdamaian adalah nilai yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Perdamaian harus tetap tertanam dalam kehidupan bersama. Perdamaian harus menjadi prinsip hidup bersama.

Terkait dengan hal itu, ata (orang) Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur memiliki peribahasa yang sekiranya sangat relevan dengan situasi sekarang ini. Orang Manggarai menyebut peribahasa mereka dengan nama Go'et.

Go'et merupakan lirik atau sajak bernas yang biasa dinyanyikan atau didaraskan oleh orangtua kepada anak-anak mereka. Konteksnya pengucapan go'et ini bisa didengarkan ketika diadakan acara adat, ketika berada di kebun, maupun ketika keluarga sedang berkumpul di malam hari.

Ajaran mengenai hidup damai, untuk orang Manggarai sering disebutkan sebuah go'et yang berbunyi:

Ite Ca Cewak Neka Pande Behas, Ite Ca Lide Neka Pande Bike

Arti harafiah dari go'et ini adalah kita yang satu ibu atau satu ayah harus bersatu. Go'et ini sering diucapkan pada saat upacara pendamaian pihak-pihak yang terlibat dalam pertikaian.

Misalnya, pertikaian yang terjadi adalah soal perebutan tanah. Mula-mula, mereka yang bertikai dipanggil untuk duduk bersama di Mbaru Gendang (rumah ada orang Manggarai). Di dalam Mbaru Gendang, mereka akan duduk bersama atau padir wa'i rentu sa'i. Duduk bersama ini mencerminkan bahwa pihak-pihak terkait saling duduk berhadapan dengan posisi duduk lesehan dan siap melihat secara mendalam soal yang dihadapi, kemudian mencari solusi. Dalam pada itu juga, mereka berbicara soal perdamaian antar pihak yang bertikai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline