Lihat ke Halaman Asli

Mahsus Effendi

Saya gabut, maka saya membaca.

Ketidakbermaknaan Hidup

Diperbarui: 20 Januari 2021   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image Source: http://letaba346.blogspot.com/

Absurdisme Albert Camus

Salam kepada para pembaca! Semoga kalian tetap dalam keadaan optimal di tengah kegaduhan dunia saat ini. Pada kesempatan kali ini, penulis akan mengajak para pembaca untuk sedikit merenungkan makna kehidupan yang sedang kita jalani saat ini. Apakah kalian telah menyadari? bahwa manusia selama hidupnya terus menerus mencari makna dari kehidupan yang mereka jalani.

Seorang tokoh pemikir dan novelis yakni Albert Camus, yang begitu fenomenal melalui karya tulisannya berusaha menyingkap peliknya kehidupan, memberikan sudut pandang yang begitu mendasar kepada setiap pembacanya. Camus dengan dasar pemikiran absurdnya, meruntuhkan segala bentuk ekspresi kebahagiaan, kesenangan, ambisi dst. untuk menarik makna kehidupan yang sebenarnya.

Sekarang secara perlahan, mari kita mencoba memahami bagaimana Camus melalui karyanya menilai kehidupan di dunia. Semua itu bisa dimulai dengan serangkaian pertanyaan dan pernyataan yang cukup mendasar, semisal, apa itu tujuan hidup? Apakah hanya cukup dengan kita menyelesaikan pendidikan? Kemudian mencari penghidupan, menikah, memiliki keturunan, dan mati. Lantas pada tahap mana makna kehidupan itu dapat kita temukan? Apakah itu di jalanan? Di warung-warung kopi, cafe, mall atau alun-alun kota. Cukupkah hanya dengan berdiskusi suntuk setiap malam hingga fajar untuk mendefinisikan makna kehidupan yang sebenarnya?

Slavoj Žižek menggambarkan kehidupan yang dijalani manusia terjebak dalam keapatisan mereka terhadap realita yang ada, dan yang terjadi adalah manusia bersembunyi dalam keutuhan realitas yang sebenarnya. Albert Camus menyepadankan makna "Absurd" dengan kalimat negatif "tidak mungkin", artinya bahwa manusia tidak mungkin meraih makna kehidupan mereka dan merasakan kebahagiaan yang sebenarnya, selama mereka bertindak seolah-olah tidak mengetahui kepalsuan yang ada, yakni kehidupan yang sedang mereka jalani.

Absurdisme berpandangan bahwa hidup hanyalah kesia-siaan belaka, dan terus berputar-putar tanpa tujuan yang cukup seimbang. Bagi Camus, hidup yang dijalani manusia layaknya kutukan yang diberikan kepada salah satu tokoh dalam cerita mitologi Yunani, yaitu Sisifus. Dikisahkan Sisifus dihukum untuk mengangkat sebuah batu besar ke atas gunung, kemudian ia  menggulingkannya kembali ke bawah, dan mengambilnya kembali untuk dibawa ke atas gunung lagi. Jadi, gambaran dari kutukan sisifus tadi oleh Camus disebut sebagai absurditas, dimana Sisifus harus terus menerus melakukan suatu tindakan yang tiada ujungnya.

Manusia idealnya sebelum berhadapan dengan tahap absurd ini, dipenuhi dengan gairah dan semangat hidup yang tinggi, ambisi, bahkan arogansi yang cukup dominan. Namun, semua itu akan runtuh ketika mereka mulai menyadari bahwa didalam semua itu, mereka sama sekali tidak menemukan makna kehidupan. Disaat seseorang mulai memasuki tahap absurd, mereka sepenuhya akan menyadari bahwa kehidupan yang mereka jalani begitu monoton, membosankan, berputar-putar, dan tanpa arah tujuan yang pasti.

Seseorang ketika berada pada tahap absurd akan mengambil sikap indiffrénce atau masa bodoh, terhadap keinginan dan cita-cita apapun yang ia ingin raih di masa mendatang. Ia akan mengalami suatu kondisi penolakan dari semua apa yang diinginkannya, dan bahkan berupaya membebaskan diri dari semua keinginan-keinganan tersebut. Maka, disanalah absurdisme mulai bekerja, yakni dengan memberikan ruang agar seseorang mulai mencari dan memikirkan makna hidup yang mereka jalani.

Albert Camus pada gilirannya memberikan jawaban mengenai absurdnya kehidupan. Menurutnya, apa yang dialami oleh Sisifus merupakan suatu keniscayaan yang harus ia hadapi. Camus meskipun menilai dunia ini penuh dengan ketidakbermaknaan, namun kehidupan ini masih bisa sangat berarti. Caranya yaitu dengan memasuki ruang kesadaran yang begitu privat, dan menyadari bahwa dunia ini memang sangatlah tidak berarti, kemudian diikuti dengan kegembiraan bisu dan penerimaan atas semua itu.

Sebagaimana Sisifus yang telah menyadari ketidakbermakaan hidupnya, namun ia tetap bergembira dan senang dengan apa yang dilakukan, apa yang ia perjuangkan, sehingga disitu semuanya akan tampak lebih berwarna. Karena apa yang dialami oleh Sisifus, di satu sisi memang membuka kesadarannya, namun di sisi lain ia juga tidak murung. :)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline