Lihat ke Halaman Asli

Mahsus Effendi

Saya gabut, maka saya membaca.

Perhatikan Dunia Nyatamu, Bukan Dunia Mayamu

Diperbarui: 21 Februari 2021   01:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.thenewleam.com/2018/01/dialogueconfessions-social-media-addict/

Menyadari realita toxic media sosial

Media sosial sebagaimana bisa kita sadari bersama hampir semua umat manusia yang hidup di era sekarang menjadi pengguna media sosial, kecuali mungkin mereka yang masih hidup di pedalaman-pedalaman hutan belantara yang mana tetap dengan gaya hidup survive primitif mereka. 

Namun sebagaian besar peradaban dunia saat ini, telah menggunakan jasa mudahnya berkomunikasi dengan orang-orang yang berjarak jauh maupun yang berjarak dekat dengan kita melalui media sosial.

Dahulu untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang jauh jaraknya, kita membutuhkan waktu yang bisa dibilang cukup lama (jika kita ukur dengan cara berkomunikasi yang sekarang), sehingga hal itu juga yang memperlambat sampainya informasi kepada kita atau lebih-lebih ke seluruh penjuru dunia. 

Namun keterbatasan media tersebut, tidak menghentikan orang-orang terdahulu untuk tetap menjalin komunikasi mereka dengan orang-orang yang berjauhan jaraknya.

Jika kita merenung sejenak, dan mengingat betapa susahnya untuk membangun komunikasi jarak jauh pada zaman dahulu. Maka kita akan sampai pada perenungan bahwa adanya media sosial pada saat ini merupakan suatu anugrah yang besar bagi umat manusia. 

Namun disisi lain, belakangan muncul problematika baru yang seakan-akan menjebak manusia didalam mudahnya berkomunikasi menggunakan media sosial. Sesuatu yang seharusnya menjadi anugrah tersebut perlahan bergeser menjadi malapetaka tersendiri bagi kehidupan manusia.

Problemnya bisa dikatakan cukup kompleks dan beragam jika kita meruntutnya cukup jauh dari awal penyebabnya, baik itu ditinjau dari suatu sudut pandang keilmuan maupun beberapa sudut pandang sosial. Beberapa faktor penyebab yang paling mendasar diantaranya adalah, butuh pengakuan orang lain, kecemasan, menarik perhatian, unjuk diri dan lain-lain.

Mudahnya, mungkin bisa kita sepakati bersama bahwa dampak dari fenomena yang banyak dialami oleh orang-orang belakangan ini yang candu dengan media sosial yang paling sering kita jumpai adalah “ketidakpekaan sosial”. 

Dampak yang sering dimunculkan merupakan berkurangnya seseorang memperhatikan lingkungan sekitarnya, bahkan dirinya sendiri, ketika toxic media sosial itu sudah terasapi dalam diri individu.

Orang-orang menjadi kabur kepekaannya akan sosial dan realita yang ada disekitarnya karena telah terdampak demam media sosial. Lebih buruknya, bahkan mereka sampai disibukkan oleh kualitas tampilan media sosial mereka, dan menanggalkan kualitas hidup mereka di dunia nyata. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline