Lihat ke Halaman Asli

Mafulillahi zakinah

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Teknologi Yogyakarta

Konflik Bersenjata Thailand-Kamboja Dalam Kacamata Realisme (Offensive Realism and Defensive Realism)

Diperbarui: 17 Oktober 2023   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.istockphoto.com/id/foto/peta-thailand-dengan-kamboja-gm521535482-91390921

Konflik bersenjata yang terjadi antara Thailand dan Kamboja pada 2008-2013 merupakan buntut dari konflik perbatasan yang terjadi bertahun-tahun silam. Pada 1962, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa wilayah di sekitar Kuil Preah Vihear masuk bagian dari wilayah Kamboja dan memerintahkan pasukan Thailand untuk mundur dari wilayah tersebut.

Konflik kembali memanas lantaran Kamboja mendaftarkan Kuil Preah Vihear sebagai situs peninggalan bersejarah dan resmi ditetapkan oleh UNESCO sebagai World Heritage atau warisan dunia pada 7 Juli 2008.  Serangan yang dilakukan pihak Thailand menewaskan 2 anggota militer Kamboja dan mencederai 5 anggota militer Thailand serta meyebabkan penduduk yang tinggal di sekitar zona konflik segera dievakuasi. Selain itu serangan dan protes juga semakin bertambah dari kelompok aktivis militer Thailand.

Realisme Defensif dan ofensif dalam konflik bersenjata Thailand dan Kamboja

Perspektif idealisme kehilangan sebagian besar pengaruhnya pada saat 1930-an karna dirasa tidak mampu menawarkan peraturan yang mendamaikan dan menstabilkan politik internasional pasca Perang Dunia serta gagal mencegah terjadinya Perang Dunia II.

Realisme pun muncul sebagai paradigma paling dominan dalam studi hubungan internasional di samping liberalisme. dalam Is anybody still a realist? International Security (1999) Jeffrey W. Legro dan Andrew Moravcsik memaknai realisme sebagai sifat aktor yang senantiasa mementingkan diri sendiri, menentukan struktur internasional dari kapabilitas materi dan memandang hubungan internasional adalah konfliktual. Tidak ada yang akan menjamin bahwa suatu negara akan bersikap baik sehingga relasi antar negaranya dipenuhi rasa curiga terhadap pihak lain.

 Kenneth Waltz dalam bukunya yang berjudul Theory of International Politics tahun 1979 membagi Realisme struktural menjadi dua faksi yakni Realisme Defensif dan Realisme Ofensif. Realisme ofensif mengarah pada "pengubah struktural" seperti dilema keamanan dan geografi sehingga mencari kekuasaan dan pengaruh untuk mencapai keamanan melalui dominasi dan hegemoni. Sedangkan Realisme defensif berpendapat bahwa struktur sistem Internasional yang anarkis mendorong negara untuk mempertahankan kebijakan yang moderat, isolasionis dan terkendali untuk menciptakan keamanan.

Pendaftaran wilayah Kuil Preah Vihear ke UNESCO merupakan salah satu contoh bentuk upaya Kamboja dalam mempertahankan dan menciptakan keamanan di wilayahnya dan berusaha sebisa mungkin menghindari konflik. Sedangkan penyerangan yang dilakukan oleh Thailand adalah upaya untuk merebut kembali kekuasaan serta  menguasai kembali dominasi di wilayah tersebut.

Kedua negara sama-sama berusaha mempertahankan dominasi di wilayah yang mereka rasa miliknya dengan cara yang berbeda.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline