Lihat ke Halaman Asli

Mas Yunus

TERVERIFIKASI

Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Kekuatan Pasar Rakyat di Tiga Kota Wisata

Diperbarui: 22 Januari 2017   08:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasar Rakyat Oro Oro Dowo, Malang/Dok. Pribadi

Program revitalisasi pasar rakyat terus digulirkan, mengapa? Karena pasar rakyat jamak terkesan kumuh, becek, dan tak nyaman sebagai tempat berbelanja. Akibatnya, konsumen lebih suka berbelanja ke pasar modern. Padahal, pasar rakyat berperan sebagai simpul kekuatan ekonomi lokal.

Ke depan, pasar rakyat perlu didorong agar mampu memenuhi persyaratan umum, teknis dan manajemen “pasar rakyat” sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) 8152:2015. Misalnya, akses bongkar muat barang tidak mengganggu lalu lintas; tersedia akses bagi penyandang disabilitas, lansia, dan ibu menyusui.

Pintu Utama Pasar Oro Oro Dowo/Dok. Pribadi

Uniknya, UU Perdagangan No. 7/2014, mengganti nama “pasar tradisional” menjadi “pasar rakyat”. Ditegaskan dalam SNI 8152:2015, pasar rakyat adalah“pasar dengan lokasi tetap yang berupa toko, kios, los, dan bentuk lainnya dengan pengelolaan tertentu yang menjadi tempat jual beli dengan proses tawar menawar”, (BSN, 2015).

Mari kita kenali kekuatan pasar rakyat di tiga kota wisata berikut ini untuk menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap esensi Pasar Rakyat, sekaligus menimbang urgensi Hari Pasar Rakyat Nasional.

Keunikan Pasar Ubud, Bali

Pasar Ubud, pernah saya nikmati saat “Trip ke Bali” bersama Kompasiana. Selagi pagi pada November 2015 kala itu, kami menuju pasar Ubud. Lokasinya dekat Puri Ubud, tak seberapa jauh dari tempat kami menginap di Hotel DaLa Spa Alaya Resort, Jl. Hanoman, Ubud.

Pagi Hari di Pasar Ubud, Bali/Dok. Pribadi

Hotel itu perlu saya sebut, karena memiliki hubungan menarik antara “Restoran Petani” dan “DaLa Spa Alaya Resort” yang dikelola hotel itu. Pasalnya,  kebutuhan sehari-hari hotel terutama sayur mayur, rempah-rempah, sabun, dan samphoo, bahan bakunya berasal dari petani lokal.

Restoran

Bahkan dinding kamar hotel itu, berhiaskan gambar petani memikul sayur. Menarik, karena tercipta pertukaran antara pengelola hotel dengan petani. Muncul nilai ekonomi dan sosial budaya yang saling memberi manfaat. Hemat saya, esensi program revitalisasi pasar diharapkan mampu menciptakan situasi semacam ini.

Sebuah Kamar di Hotel Alaya Resort, Ubud/Dok. Pribadi

Nah, bagaimana dengan pasar rakyat Ubud? Kala itu, kami menikmati Pasar Ubud dengan berjalan kaki selagi pagi. Begitu tiba di Pasar Ubud, tampak kerumunan orang sedang berbelanja kebutuhan sehari-hari. Situasi kerumunan itu, layaknya “Pasar Krempyeng” atau “Pasar Tumpah” di Jawa Timur.

Suasana Pasar Ubud di Pagi Hari/Dok. Pribadi

Ibu Penjual Sayuran di Pasar Ubud/Dok. Pribadi

Aneka sayuran di Pasar Ubud/Dok. Pribadi

Aneka sayuran, buah, bunga, jajanan pasar, dan upakara seperti canang sari menghiasi lapak-lapak di pelataran pasar. Lapak-lapak itu bersifat temporer. Tidak ada daftar harga. Transaksi berlangsung melalui proses tawar menawar khas pasar rakyat.

Kenangan di Pasar Ubud, Bali/Dok. Pribadi

Uniknya, sepeda-sepeda motor berjajar di pinggir jalan tanpa penjagaan. Situasi ini berada di dekat lapak penjual makanan pinggir jalan, Ubud. “Bu, siapa yang menjaga parkir ini?”, Tanya saya pada seorang ibu penjaja makanan bubur. “Tidak ada”, jawabnya singkat.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline