Lihat ke Halaman Asli

Di antara Keberterimaan dan Riwayat Luka

Diperbarui: 11 Januari 2021   00:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@kulturtava

Melupa rasa sakit. Tak membiarkan kesedihan menduduki jiwa. Nalar dan hatiku sepakat, untuk menghidupi bahagia. Memiliki keberterimaan, lewat doa dan kerelaan. Seperti keberterimaan, luka tetap memiliki riwayat sendiri dalam bagian hidup.

Di antara keberterimaan dan riwayat luka, aku masih belum mampu menghambarkan diri dan mengerdilkan hasrat untuk setiap hal yang terjadi. Aku masih mengundang pagi dan malamku dengan segala kesedihan. Barangkali, aku memang perempuan yang payah. Yang susah untuk bertumbuh.

Diam-diam, acapkali aku masih membiarkan diriku dikecam rasa takut. Keberterimaan itu tidak semudah teori. Namun, terhadap rintangan yang menghadang, aku benar-benar tak ingin menjadi perempuan berhati lemah. Aku mencoba kendalikan ucap dan pikiran, hingga riwayat luka tidak menjadikan kedurjanaan hidup yang berbahaya bagiku.

Aku harus benar-benar berserah dan menyerahkan doaku pada Tuhan. Karena Tuhanlah, satu-satunya tempat pengaduan yang paling tepat. Tuhan menciptakan kesedihan dan luka, bukan untuk dicintai. Memang segala sesuatu ada waktunya, ada waktu untuk bersedih dan menangis. Ada pula waktu untuk bahagia dan tersenyum. Karena Tuhan itu sumber segala kebaikan.

Bicara soal hidup, pasti tak akan pernah baik-baik saja. Masalah demi masalah akan terjadi, bahkan bisa menyembunyikan bahagai, bahkan bisa menjadi riwayat luka. Keberterimaan akan hidup menjadi peran penting. Yang terpenting itu adalah peran Tuhan yang harus kupercaya. Dan harus belajar untuk menjadi perempuan yang bertumbuh, bertumbuh dengan riap.

***
Rantauprapat, 10 Januari 2021
Lusy Mariana Pasaribu




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline