Lihat ke Halaman Asli

Single Parent, Mampukah Semua Wanita Menjalani?

Diperbarui: 18 Mei 2021   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar. Sumber : Geulgram

Setiap pasangan suami istri pasti menginginkan keluarganya selalu utuh, sakinah, mawadah, warahmah. Tapi jika sepanjang perjalanan berkeluarga itu ada hal-hal yang tidak bisa dihindari, yang menyebabkan keretakan rumah tangga, alternatif terakhir adalah bercerai. Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan, terputusnya hubungan antara suami istri, disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Perceraian tidak dilarang, tapi dibenci oleh Allah SWT. 

Seorang wanita, seorang istri, adalah sosok pema'af yang selalu berusaha lapang dada dan ikhlas dengan apapun perlakuan suaminya. Karena pada hakikatnya surga istri ada pada suami. Istri yang sholehah akan perpedoman sesuai dengan syariat agama. Namun apa mau dikata ketika konflik dalam rumah tangga sudah tidak bisa lagi dikomunikasikan? Perceraianlah solusinya, ketika ego masing-masing sudah memuncak melebihi batas yang sewajarnya. Lembaga pernikahan harus dihargai, tetapi ketika pasangan sudah tidak bisa lagi menjaga keutuhan lembaga tersebut, mau tidak mau langkah terbaik bagi keduanya akan diambil.

Single parent, akhirnya predikat inilah yang disandang, baik oleh suami maupun istri. Secara umum, biasanya mantan istrilah yang harus mengenakan predikat single parent tadi. Karena anak-anak buah pernikahan mayoritas ada pada mantan istri. Hak asuh anak apalagi dibawah umur cenderung didapatkan oleh mantan istri.

Disinilah babak baru kehidupan selanjutnya harus dijalani. Setelah perceraian, dalam berkehidupan secara sosial mantan istrilah yang banyak menanggung resiko kehidupan. Status yang disandang terkadang mendapat penilaian negatif dari masyarakat. Pada masyarakat sekarang ini status mantan istri itu masih dipandang sebelah mata. Ketika perceraian terjadi, terkadang pihak wanitalah yang disalahkan. Walaupun pada kenyataannya dari sekian banyak kasus perceraian, kesalahan utama justru muncul dari mantan suami. Saling menyalahkan sudah tiada guna. Kehidupan di depan matalah yang sekarang harus dijalani.

Ibu adalah madrasah bagi anak-anaknya. Ketika memang menjadi single parent itu tidak bisa dihindari, sosok ibu harus menjadi sosok yang kuat, tegar, penuh keikhlasan, atau bahkan mungkin harus menjadi sang wonder woman bagi anak-anaknya. Keberhasilan anak-anak di masa depan, tergantung dari perjuangan sang ibu. 

Maka dari itu, landasan agama yang kuat harus selalu ditanamkan pada anak-anak korban perceraian. Beberapa kasus di sekolah, siswa yang bermasalah adalah anak-anak korban perceraian. Disini akan terlihat sejauh mana dan sedalam apa peran ibu mendidik mereka. Anak-anak tidak hanya membutuhkan sandang, pangan, papan. 

Yang paling utama adalah bagaimana cara ibu mendidik dan menanamkan nilai- nilai moral terhadap anak-anak broken home, yang hatinya sudah terluka. Keegoisan orang tua jangan membuat semakin menganga luka hati anak-anak tersebut. Pendidikan agama harus selalu dilakukan walaupun anak-anak sudah dianggap dewasa. 

Ibu, Ibu, dan Ibu... semoga para ibu yang berstatus single parent selalu sehat, tetap semangat, kuat, dan bisa menerapkan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya. Bergantunglah pada Sang Maha Berkehendak, Allah SWT. Karena semua yang terjadi adalah Qodarullah. Tingkatkan kompetensi diri agar para ibu bisa lebih maju lagi pengetahuan dan kehidupannya. Anak-anak membutuhkan orang tua yang bisa membawa mereka pada kehidupan yang lebih baik. 

Semoga bermanfaat...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline