Lihat ke Halaman Asli

Ludiro Madu

TERVERIFIKASI

Dosen

Analisis Fairclough mengenai Konflik dan Kerja Sama di Indo-Pasifik

Diperbarui: 15 Mei 2024   07:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembukaan ASEAN Indo-Pasific-Forum (AIPF), Jakarta, Selasa (5/9/2023). (Media Center KTT ASEAN 2023/Risa Krisadhi/pras.)

Dalam beberapa tahun terakhir, wacana "Indo-Pasifik" telah menjadi arena kontestasi berbagai kekuatan besar dunia dalam merebut pengaruh di kawasan strategis ini. 

Menggunakan kerangka analisis wacana Norman Fairclough, tulisan ini akan menelaah bagaimana wacana Indo-Pasifik diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi oleh aktor-aktor negara maupun non-negara, serta implikasinya terhadap potensi konflik dan peluang kerjasama.

Fairclough (1995) melihat wacana sebagai praktik sosial yang dibentuk oleh relasi kuasa. Wacana tidak hanya mencerminkan realitas tetapi juga membentuk persepsi, identitas, dan relasi sosial. 

Dalam konteks ini, kemunculan Indo-Pasifik sebagai konstruksi diskursif tidak terlepas dari pergeseran kekuatan global ke Asia dan persaingan strategis di antara negara-negara besar, khususnya AS dan Tiongkok.

Bagi AS, narasi "Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka" (Free and Open Indo-Pacific/FOIP) menjadi alat untuk mempertahankan tatanan regional berbasis aturan dan membendung pengaruh Tiongkok. Melalui FOIP, AS berupaya mengartikulasikan identitasnya sebagai penjaga stabilitas dan kebebasan navigasi. 

AS diyakini terus menegaskan pelaksanaan tatanan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. AS bahkan telah bekerja dengan siapa pun untuk memajukan visi ini. 

Setelah sekian lama memusatkan perhatian pada stabilitas keamanan regional di Eropa sebagai warisan Perang Dingin, AS memulai kebijakan the US Rebalance. Kebijakan ini kemudian dikenal sebagai Asia Pivot.

Sumber: DIP INSTITUTE/dip.or.id

Peran AS sebagai pemimpin dalam membentuk tata kelola kawasan di Asia makin tampak dalam berbagai bentuk. Pertama, pakta segitiga kerjasama pertahanan antara AS, Inggris, dan Australia atau AUKUS. Lalu, kedua, ada inisiatif QUAD antara AS, Jepang, India, dan Australia.

Di sisi lain, Tiongkok menggunakan Belt and Road Initiative (BRI) sebagai narasi tandingan untuk memperluas pengaruhnya melalui konektivitas infrastruktur dan perdagangan. Bagi Tiongkok, BRI tak sekadar inisiatif ekonomi tetapi juga cara untuk mengartikulasikan identitasnya sebagai kekuatan besar yang bertanggung jawab. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline